Tak Ditahan, Beda Nasib Kusumayati dengan Nenek Minah yang Dituduh Curi Kakao

Laporan: Juven Martua Sitompul
Selasa, 24 September 2024 | 22:02 WIB
Sidang dugaan pemalsuan tanda tangan di PN Karawang. Istimewa.
Sidang dugaan pemalsuan tanda tangan di PN Karawang. Istimewa.

SinPo.id - Terdakwa kasus dugaan pemalsuan tanda tangan surat keterangan waris (SKW), Kusumayati, hingga kini belum juga ditahan aparat penegak hukum. Padahal, sidang yang menyeret terdakwa memasuki sidang tuntutan.

Hal tersebut membuat heran aktivis hukum. Terlebih, terdakwa terancam hukuman tinggi, namun terjesan diperlakukan istimewa. Aktivis hukum A Badjuri menilai seharusnya tidak boleh ada perbedaan perlakuan dalam penegakan hukum maupun dalam proses hukum.

"Ini dari awal saya perhatikan, karena saya pernah beberapa kali juga hadir langsung dalam persidangan. Kenapa bisa terdakwa diperlakukan istimewa menurut saya," kata Abad saat dihubungi awak media, Selasa, 24 September 2024.

Padahal, kata dia, terdakwa Kusumayati dilaporkan atas dugaan pemalsuan tanda tangan anaknya Stephanie dengan Pasal 263 KHUP, di mana beleid tersebut masuk dalam klasifikasi tindak pidana berat.

"Iya kan terdakwa dilaporkannya atas tuduhan pasal 263 KHUP, pasal itu dong yang sekarang disidangkan, kenapa diistimewakan sampai sekarang belum juga ditahan. Giliran orang kecil maling ayam langsung ditahan, kan ini aneh, apa karena terdakwa orang kaya" kata dia.

Ditambah, kata dia, di sela persidangan yang berjalan, terdakwa dan kuasa hukumnya malah aktif menyebar informasi yang bertolak belakangan dengan perkara melalui berbagai media sosial, sehingga merugikan pelapor sekaligus merusak muruah peradilan.

"Sudah gitu, terdakwa sama kuasa hukumnya, aktif kesana kemari nyebar informasi diminta Rp500 miliar lah, apa lah, yang sama sekali nggak ada hubungannya sama perkara, bolak-balik podcast sana-sini. Bukan hanya merugikan pelapor, tapi dengan sikap terdakwa yang seperti itu juga merusak marwah peradilan," tegasnya.

Abad juga menerangkan perlakuan terhadap Kusumayati selama proses peradilan justru tidak seperti yang dinikmati terdakwa lainnya.

"Coba kita bandingkan dengan terdakwa lain, misalnya ibu-ibu dipenjara akibat demo menolak pabrik minyak kelapa sawit di Sumatera Utara, video nya sampe viral meluk anaknya dibalik jeruji besi, padahal ini unjuk rasa yang diatur oleh Undang-Undang, ibu itu tetap diproses hukum, dan dipenjara lagi. Kenapa Kusumayati tidak," ucap Abad.

Lebih lanjut Abad mencontohkan kasus lain seperti yang dialami Nenek Minah warga Banyumas, Jawa Tengah, yang dituduh mencuri tiga buah kakao dari Perkebunan Rumpun Sari Antan, yang terjadi pada 2009.

"Nenek Minah tetap dipenjara, dengan tuduhan mencuri 3 buah kakao, padahal saat itu dia sendiri tidak tahu bahwa pohon itu milik perusahaan, dan buah yanh diambilnya juga tidak dibawa, tetap saja dia dipenjara," ucapnya.

Namun, keanehan proses hukum itu terjadi pada seorang terdakwa Kusumayati yang sudah jelas-jelas melakukan tindak pidana sehingga merugikan korban meskipun anaknya sendiri.

"Ini yang saya bilang aneh, saya hanya menyayangkan bahwa marwah penegakan hukum, dan proses peradilan, seperti dilecehkan oleh terdakwa yang bernama Kusumayati," tegasnya.

Sementara itu, kuasa hukum Kusumayati, Ika Rahmawati menjelaskan sejak awal terjadinya pelaporan, dirinya dan tim berusaha memediasi tindakan hukum tersebut. Sebab menyangkut hubungan keluarga ibu dan anak kandung.

"Sebenarnya kami sudah mediasi baik dengan kuasa hukum pelapor maupun dengan ibu Stephanie, ini sudah terjadi sejak awal pelaporan di Polda Jawa Barat," ucap Ika beberapa waktu lalu.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI