Cegah Perundungan, Menkes Bakal Atur Jam Kerja Mahasiswa Kedokteran di RS

Laporan: Tio Pirnando
Sabtu, 14 September 2024 | 14:32 WIB
Menkes Budi Gunadi Sadikin. (SinPo.id/Ashar)
Menkes Budi Gunadi Sadikin. (SinPo.id/Ashar)

SinPo.id - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pihaknya akan mengatur jam kerja peserta didik dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di rumah sakit (RS) untuk mengantisipasi kasus perundungan.

Hal ini dilakukan lewat kerja sama formal antara RS di bawah kementerian dengan fakultas kedokteran perguruan tinggi.

"Saya sudah minta kerja sama formal dengan FK Kedokteran, supaya kita juga bisa bantu mengatur jam kerja dokternya. Karena dokternya ini kan sebelumnya bukan pegawai kita, jadi susah ngaturnya," kata Budi di Gedung Sate Bandung, Jawa Barat, Sabtu, 14 September 2024. 

Budi menyampaikan, apabila sudah ada kesepakatan dengan fakultas kedokteran, RS di bawah kementerian bisa membuat kontrak dengan seluruh peserta PPDS agar bisa mengikuti aturan.

"Tujuannya agar ada berapa kali, kita kan kerja ada batas ya, seminggu berapa kali, kalau ada lembur besoknya bisa datang siang, jadi tidak ada kerja berlebihan," ujar Budi.

Namun, lanjut Budi, RS yang diarahkan menjalin kerja sama dengan fakultas kedokteran, jangan dijadikan satu agar kebijakan bisa seragam.

"Kalau dulu sendiri-sendiri, sekarang jadi satu semua aja, biar aturannya sama," ucapnya. 

Lebih lanjut, Budi mengapresiasi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) yang telah menetapkan regulasi monitoring pencegahan perundungan tingkat PPDS. 

"Bagus itu Unpad, sudah ketahuan, tidak usah disuruh langsung bisa disanksi, itu hebat," papar Budi.

Sementara itu, Dekan FK Unpad, Yudi Mulyana Hidayat mengatakan, ketika ada perundungan pada PPDS, pihaknya tidak hanya memberikan sanksi, namun juga mencari akar masalah perilaku yang menjadikan kebiasaan tersebut di lingkungan kedokteran.

"Kalau dulu itu tidak berbau finansial. Misal angkatan saya misal datang terlambat, hukumannya suruh buat status pasien 10 orang, tapi itu positif kan. Nah, karenanya kita harus cari penyebabnya dan cari solusinya, kita harus berantas," ujar dia.

Sebagai langkah konkret, pihaknya bersama RS, khususnya Rumah Sakit Umum Pusat dr Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, sudah mengidentifikasi masalah dan berencana melakukan berbagai hal, seperti pemberian insentif pada peserta PPDS.

"Karena dokter residen itu sekolah tapi dia juga bekerja melayani pasien. Nah itu kan harus diapresiasi, mungkin mereka akan diberikan insentif, kan mereka tidak dapat uang dari mana-mana sedangkan dia di (RS) Hasan Sadikin menjalankan tugas, makan minum, dan sebagainya keluar segala macam," katanya.

Selanjutnya, dilakukan pengaturan jam kerja agar lebih efisien, efektif, dan manusiawi dalam bekerja atau menjalani pendidikan.

"Misal mereka jaga malam ini, itu diharuskan istirahat besoknya dan lain sebagainya. Jadi itu yang kita kerjakan yang mampu kita selesaikan," ujarnya.

Selain itu, dibentuk Komisi Disiplin, Etika, dan Anti Kekerasan Fakultas Kedokteran dan RSHS sebagai tim penyuluh, pusat aduan, dan penyelidik dugaan perundungan.

"Kami juga melakukan pendampingan, termasuk hukum pada korban. Kalau pelaku walau dia tercatatnya bagian dari kampus kami lepas tangan, siapa suruh mem-bully (melakukan perundungan) kan," tegas Budi.

Sejauh ini, dalam PPDS di bawah Unpad terungkap dugaan perundungan di dua departemen, yaitu bedah saraf dan urologi. Dalam kasus di departemen bedah sarat, 10 orang diberi sanksi dan satu dosen masih menunggu sanksi dijatuhkan, sedangkan di departemen urologi tercatat tujuh pelaku diberi sanksi dengan surat peringatan oleh fakultas.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI