Museum Islam Indonesia K.H. Hasyim Asy’ari Buka Konferensi Pemikiran Islam Indonesia 2024
SinPo.id - Museum Islam Indonesia K.H. Hasyim Asy’ari dibawah naungan Indonesian Heritage Agency (IHA) membuka Konferensi Pemikiran Islam Indonesia 2024. Konferensi yang berlangsung selama dua hari pada tanggal 23-24 Agustus 2024, bertujuan untuk menganalisis dan mendiskusikan hubungan antara Islam dan konsep negara bangsa Indonesia, serta mengkaji kontribusi teologi politik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh besar seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahid Hasyim, dan KH. Abdurrahman Wahid.
Islam dan Indonesia selalu memiliki hubungan yang erat dalam sejarah pemikiran dan politik pasca kolonialisme. Dalam bernegara, Islam menjadi salah satu sumber motivasi yang berperan penting dalam membentuk sikap dan perilaku sosial politik. Pengaruh Islam tidak hanya terlihat dalam aspek keagamaan, tetapi juga tercermin dalam berbagai kebijakan dan gerakan politik yang mengarahkan perkembangan negara ini. Selain itu, peran tokoh-tokoh Islam dalam sejarah Indonesia, seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahid Hasyim, dan KH. Abdurrahman Wahid, telah menunjukkan bagaimana nilai-nilai Islam dapat diintegrasikan dalam konsep negara bangsa yang inklusif dan demokratis.
Ahmad Mahendra, Plt. Kepala Indonesian Heritage Agency menyatakan Konferensi ini adalah momen penting bagi kita semua untuk kembali mengkaji dan memahami kontribusi besar yang diberikan oleh KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahid Hasyim, dan KH. Abdurrahman Wahid dalam membangun pondasi negara bangsa yang demokratis dan inklusif.
"Selain itu, konferensi ini juga merupakan contoh nyata dari implementasi tiga pilar utama Indonesian Heritage Agency (IHA), yaitu Reprogramming, Redesigning, dan Reinvigorating, yang bertujuan menjadikan museum sebagai ruang inklusi untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang sejarah kebudayaan Indonesia," kata dia dalam keterangannya pada Sabtu 24 Agustus 2024.
Konferensi Pemikiran Islam Indonesia 2024 dihadiri oleh para akademisi, cendekiawan, serta generasi muda mengangkat topik mengenai landasan teologis ulama dalam pembentukan negara bangsa dan aktualisasi pemikiran teologi kebangsaan bagi generasi muda. Topik yang diangkat bertujuan untuk memberikan inspirasi kepada generasi muda dalam melanjutkan perjuangan mempertahankan konsep negara bangsa yang inklusif dan berkeadilan, seperti yang telah dicontohkan oleh para ulama besar tersebut.
Dalam paparannya, Inayah Wahid, Ketua Tim Narasi Museum Islam Indonesia K.H. Hasyim Asy’ari menekankan pentingnya melanjutkan warisan pemikiran toleransi dan inklusivitas yang diajarkan oleh Gus Dur.
“Tugas kita sebagai generasi penerus adalah merawat dan melanjutkan perjuangan ini. Konferensi ini bukan hanya sekadar forum diskusi, tetapi juga merupakan wujud komitmen kita untuk menjaga integritas dan kedaulatan bangsa dan memperkuat komitmen kolektif dalam mempertahankan nilai-nilai inklusivitas dan keadilan yang telah diajarkan oleh para ulama besar Indonesia," tuturnya.
Semenjak diresmikan di Desember 2018, Museum Islam Indonesia K.H. Hasyim Asy'ari (MINHA) menjadi sarana dan tempat edukasi yang penting bagi masyarakat untuk memahami dan mengapresiasi nilai-nilai Islam, sejarah, serta kontribusi para ulama dalam membangun bangsa, sekaligus mendorong pembelajaran yang inklusif dan relevan untuk generasi saat ini dan mendatang. Museum ini memberikan pengalaman partisipatif bagi pengunjung, komunitas, organisasi, dan tokoh-tokoh Islam di Indonesia, dengan menghadirkan keragaman sebagai wujud toleransi.
Wicaksono, Kepala Unit Museum Islam Indonesia K.H. Hasyim Asy’ari, menambahkan Museum ini didirikan untuk menjadi pusat pendidikan dan pengkajian nilai-nilai Islam yang inklusif, seperti yang diajarkan oleh KH. Hasyim Asy’ari dan para tokoh lainnya.
"Kami berharap konferensi ini dapat menganalisis, mendiskusikan, dan memperkaya pemahaman para peserta tentang kontribusi tokoh-tokoh Islam dalam membangun konsep negara bangsa yang inklusif dan demokratis, serta relevansi teologi politik yang mereka kembangkan dalam konteks modern," kata dia.
Konferensi ini diharapkan dapat menjadi wadah bagi para peserta untuk mendiskusikan dan mengembangkan pemikiran yang relevan dengan konteks modern, khususnya dalam upaya menjaga kesatuan bangsa dan keberagaman. Dengan demikian, konferensi ini tidak hanya berfungsi sebagai forum akademis, tetapi juga sebagai sarana edukasi dan peningkatan kesadaran kolektif tentang pentingnya merawat warisan sejarah dan budaya Islam dalam konteks keindonesiaan.