Oknum Kades di Semarang Terlibat Skema Penipuan Tanah

Laporan: Tim Redaksi
Rabu, 21 Agustus 2024 | 05:02 WIB
Garis polisi (pngtree)
Garis polisi (pngtree)

SinPo.id -  Warga Kota Semarang, Yuliaty (41), menjadi korban skema penipuan tanah hingga merugi Rp 800 juta dalam prosesnya. Polrestabes Semarang telah menangkap dua orang terkait kasus tersebut: Agus Salim (42), Kepala Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, dan Tiyari (60), warga Gebangsari, Genuk, Kota Semarang.

Tiyari, dalang penipuan, diduga membujuk Yuliaty untuk membeli sebidang tanah di Bedono Demak, dengan alasan lahan tersebut diperuntukkan bagi pembangunan Tol Semarang-Demak. Dia menjanjikannya keuntungan besar dari kompensasi yang akan diterimanya.

Untuk meyakinkan Yuliaty, Tiyari meminta bantuan Agus Salim yang dalam kapasitas resminya sebagai Kepala Desa Bedono menerbitkan Surat C dan sertifikat tanah bebas sengketa. Hal ini memungkinkan dibuatnya akta jual beli yang diaktakan di Notaris di Semarang.

Namun belakangan terungkap bahwa tanah tersebut memang terdampak proyek jalan tol, namun uang ganti rugi (Rp 1,4 miliar) jatuh ke tangan pemilik tanah sebenarnya, Amron, yang memiliki sertifikat tanah sah yang dikeluarkan BPN Kabupaten Demak.

Yuliaty yang sadar telah ditipu, melaporkan kejadian tersebut ke polisi.

“Dari hasil penyelidikan, tanah itu milik Amron, dengan sertifikat tanah sah yang dikeluarkan BPN Demak,” kata Kanit Tidpiter AKP Johan Widodo, saat menggelar jumpa pers di Mapolrestabes Semarang.Selasa 20 Agustus 2024.

Tersangka Agus Salim dan Tiyari kini dijerat Pasal 378 atau Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara.

Tersangka Tiyari mengaku tanah yang dijualnya kepada korban sebenarnya milik saudaranya. Dia juga mengaku telah memerintahkan tersangka Agus Salim untuk menerbitkan surat desa C.

Tiyari menyatakan, “Saya membayar Agus Rp 150 juta sebagai imbalan atas jasanya, karena dia sering membantu saya. Pekerjaan saya meliputi pembebasan lahan.”

Agus saat ditanyai soal kasus tersebut enggan menjelaskan lebih lanjut. Ia membantah menerima uang, dengan menyatakan, “Tidak, saya tidak menerima pembayaran apa pun. Saya ingin membantu karena Bu Haji (Tiyari) sering membantu saya.”

Kasus ini menjadi pengingat akan ancaman penggelapan lahan yang terus terjadi, terutama di wilayah yang sedang menjalani proyek pembangunan besar. Hal ini juga menyoroti pentingnya uji tuntas yang menyeluruh sebelum melakukan transaksi tanah dan perlunya kolaborasi yang efektif antara lembaga penegak hukum dan otoritas pendaftaran tanah untuk memerangi kegiatan kriminal tersebut.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI