Pemohon Perbaiki Alasan Permohonan Syarat Batas Usia Minimum Calon Kepala Daerah
SinPo.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perbaikan permohonan tiga perkara sekaligus, yaitu Perkara 88/PUU-XXII/2024, 89/PUU-XXII/2024, dan 90/PUU-XXII/2024 pada Senin (12/8/2024). Para Pemohon menguji Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang mempersoalkan batas usia minimum setiap calon kepala daerah.
Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada berbunyi, “Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: e. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.”
Para Pemohon mengatakan, meskipun pasal tersebut bersifat kebijakan hukum terbuka (open legal policy), mereka meminta Mahkamah untuk memaknai kembali norma pasal dimaksud demi kepastian hukum. Sebab, sampai saat ini, menurut para Pemohon, tidak ada waktu pasti kapan batas usia minimum calon kepala daerah dihitung.
“Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tidak memberikan penjelasan yang cukup tentang bagaimana batas usia ini diterapkan, berakibat menimbulkan interprestasi yang berbeda-beda dalam praktik. Ketidakpastian ini bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang diatur dalam UUD 1945, di mana Undang-Undang harus jelas dan tidak menimbulkan keraguan dalam penerapannya,” ujar Pemohon Prinsipal Perkara Nomor 88/PUU-XXII/2024, Sigit Nugroho Sudibyanto yang menghadiri sidang melalui video conference didampingi kuasa hukumnya.
Sigit meminta Mahkamah agar memaknai usia paling rendah calon kepala daerah terhitung sejak pendaftaran pasangan calon. Sementara, Pemohon Perkara Nomor 89/PUU-XXII/2024 memohon agar usia paling rendah calon kepala daerah terhitung sejak penetapan pasangan calon. Sedangkan, para Pemohon Perkara Nomor 90/PUU-XXII/2024 menginginkan agar usia paling rendah calon kepala daerah terhitung sejak pelaksanaan pemungutan suara.
Pada pokoknya, para Pemohon mempermasalahkan belum adanya rumusan waktu batas usia minimum calon kepala daerah terhitung. Sehingga, ketentuan yang diuji tersebut tidak menjamin kepastian hukum terhadap hak memilih sebagai hak konstitusional yang dimiliki oleh para Pemohon dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
Para Pemohon menjelaskan, ketentuan dimaksud menjadi dasar Komisi Pemilihan Umum (KPU) merumuskan Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020. Dalam aturan tersebut, KPU menyebutkan calon kepala daerah memenuhi persyaratan berusia paling rendah calon kepala daerah terhitung sejak penetapan pasangan calon.
Namun, Mahkamah Agung (MA) melalui Putusannya memaknai ketentuan PKPU itu menjadi batas usia paling rendah calon kepala daerah terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih. Menurut para Pemohon, penetapan batas usia calon terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih telah mengabaikan dan tidak memberikan penghormatan terhadap hak memilih para Pemohon.
Menurut salah satu Pemohon Prinsipal Perkara Nomor 90/PUU-XXII/2024, Syafi’I Al Ma’ruf, penetapan batas usia calon terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih telah mengabaikan dan tidak memberikan penghormatan terhadap hak memilih yang dimiliki oleh para Pemohon sebagai hak konstitusional sekaligus hak asasi, karena hak dimaksud tersalurkan pada saat pelaksanaan pemungutan suara. Sedangkan, keberadaan Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada juncto Putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024 membuka potensi bagi calon yang belum memenuhi persyaratan usia minimum untuk dipilih pada saat pelaksanaan pemungutan suara