Jepang Peringati 79 Tahun Jatuhnya Bom Atom di Nagasaki
SinPo.id - Nagasaki memperingati 79 tahun jatuhnya bom atom pada akhir Perang Dunia II dalam upacara hari Jumat 9 Agustus 2024. Duta Besar Amerika dan utusan Barat lainnya tidak hadir dalam upacara tersebut, sebagai tanggapan atas penolakan kota Jepang tersebut untuk mengundang Israel.
Wali Kota Shiro Suzuki, dalam pidatonya di Taman Perdamaian Nagasaki, menyerukan kepada negara-negara pemilik senjata nuklir dan mereka yang berada di bawah payung nuklir mereka, termasuk Jepang, untuk menghapuskan senjata tersebut.
"Anda harus menghadapi kenyataan bahwa keberadaan senjata nuklir menimbulkan ancaman yang semakin besar bagi umat manusia, dan Anda harus mengambil langkah berani menuju penghapusan senjata nuklir," kata Suzuki.
Dia memperingatkan bahwa dunia menghadapi "situasi kritis" karena invasi Rusia ke Ukraina dan meningkatnya konflik di Timur Tengah.
Bom atom yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat di Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945 menewaskan 70.000 orang, tiga hari setelah pengeboman Hiroshima yang menewaskan 140.000 orang. Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, mengakhiri Perang Dunia II dan agresinya selama hampir setengah abad di seluruh Asia.
Perdana Menteri Fumio Kishida, pada upacara hari Jumat 9 Agustus 2024, menegaskan kembali janjinya untuk mewujudkan dunia yang bebas nuklir. Para pengkritiknya, banyak di antaranya adalah penyintas bom atom, atau hibakusha, mengatakan bahwa itu adalah janji kosong karena Jepang bergantung pada payung nuklir AS, dan membangun militernya sendiri.
Pukul 11:02 pagi, para peserta mengheningkan cipta saat lonceng perdamaian berdentang, untuk mengenang detik-detik meledaknya bom plutonium di atas kota Jepang selatan itu.
Lebih dari 2.000 orang, termasuk perwakilan dari 100 negara, menghadiri upacara hari Jumat. Namun, duta besar dari AS dan lima negara Grup Tujuh (G7) lainnya yang terdiri dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, dan Inggris, serta Uni Eropa tidak hadir. Pemerintah mereka mengirim utusan berpangkat rendah sebagai tanggapan atas keputusan Suzuki untuk tidak mengundang Israel.
Mereka mengatakan bahwa memperlakukan Israel seperti Rusia dan Belarus, yang juga tidak diundang, adalah menyesatkan.
Duta Besar AS Rahm Emanuel menghadiri upacara di kuil Buddha di Tokyo untuk menghormati para korban bom atom Nagasaki, bersama dengan rekan-rekannya dari Israel dan Inggris, Gilad Cohen dan Julia Longbottom.
"Kami memang berada di Tokyo, tetapi itu tidak berarti kami tidak memiliki tanggung jawab untuk 'berpikir, merenungkan dan mengingat' apa yang terjadi 79 tahun lalu di Nagasaki dan Hiroshima," kata Emanuel.
Suzuki membantah bahwa keputusannya untuk mengecualikan Israel bersifat politis, dan mengatakan ia khawatir bahwa kemungkinan "situasi yang tidak terduga" seperti protes kekerasan atas perang di Gaza dapat mengganggu upacara tersebut. Suzuki, yang orang tuanya adalah hibakusha, mengatakan peringatan 9 Agustus adalah hari terpenting bagi Nagasaki dan harus diperingati dalam suasana yang damai dan khidmat.
Emanuel tidak setuju dengan pendapat Suzuki.
"Saya pikir itu adalah keputusan politik, bukan yang didasarkan pada keamanan, mengingat kehadiran perdana menteri, yang membutuhkan keamanan tinggi," kata Emanuel kepada wartawan.
Ia mengatakan bahwa mengecualikan Israel menciptakan "kesetaraan moral antara Rusia dan Israel, satu negara yang melakukan invasi versus satu negara yang menjadi korban invasi," dan bahwa "kehadiran saya akan menghormati penilaian politik tersebut, dan saya tidak dapat melakukan itu."
Cohen, dalam sebuah pernyataan di platform media sosial X, menyampaikan "rasa terima kasihnya kepada semua negara yang telah memilih untuk mendukung Israel dan menentang pengecualiannya dari Upacara Perdamaian Nagasaki. Terima kasih telah mendukung kami di sisi sejarah yang benar."
Peringatan itu terjadi tak lama setelah Amerika Serikat dan Jepang menegaskan kembali komitmen Amerika Serikat untuk memberikan "pencegahan yang diperluas" di bawah payung nuklirnya bagi Jepang di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan itu. Itu perkembangan baru bagi Jepang yang awalnya enggan Jepang untuk secara terbuka membahas perlindungannya di bawah payung nuklir sebagai satu-satunya negara di dunia yang pernah mengalami serangan atom. [es/dw ]