Novel Baswedan dan Sejumlah Eks Pegawai KPK Minta MK Hentikan Sementara Proses Seleksi Capim KPK

Laporan: Tim Redaksi
Selasa, 06 Agustus 2024 | 02:27 WIB
KPK
KPK

SinPo.id -  Novel Baswedan, dkk., sebagai Pemohon Perkara Nomor 68/PUU-XXII/2024 mengajukan provisi dalam permohonannya terkait pengujian materi Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) sebagaimana telah dimaknai Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan Nomor 112/PUU-XX/2022.

Para Pemohon memohon kepada Mahkamah menghentikan sementara proses seleksi calon pimpinan KPK periode 2024-2029.

“Sebelum menjatuhkan Putusan Akhir, kami Para Pemohon mengajukan permohonan kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memberikan Putusan Sela pada permohonan a quo dengan menyatakan: Menghentikan sementara proses Seleksi Calon Pimpinan KPK Periode 2024-2029 dan memperpanjang masa jabatan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK Periode 2024-2029 sampai dengan adanya Putusan Akhir Mahkamah Konstitusi terhadap pokok permohonan a quo dan memberikan kesempatan kepada Presiden RI terpilih dan DPR RI terpilih Periode 2024-2029 untuk memilih calon pimpinan KPK sesuai dengan pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan 112/PUU-XX/2022 serta memerintahkan Panitia Seleksi untuk memberikan kesempatan kepada Para Pemohon untuk melakukan pendaftaran dan mengikuti rangkaian Proses Seleksi Calon Pimpinan KPK 2024-2029,” ujar kuasa hukum para Pemohon, Lakso Anindito dalam sidang perbaikan permohonan pada Senin 5 Agustus 2024.

Para Pemohon menjelaskan, Panitia Seleksi Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK telah mengumumkan 382 nama pendaftar yang telah lulus tahapan seleksi administratif dengan ditutupnya pendaftaran pada 15 Julu 2024. Pada tahap seleksi administratif terdapat syarat usia pendaftar sebagaimana Pasal 29 huruf e UU KPK. Namun, para Pemohon secara jelas tidak memenuhi syarat a quo sehingga para Pemohon tidak dapat mendaftar dan lulus seleksi administratif. Karena itu, kerugian konstitusional telah jelas diterima para Pemohon sejak pengumuman pembukaan tahap seleksi administratif oleh Pansel Capim dan Dewas KPK.

Novel (ASN Polri) dan rekannya yang antara lain Mochamad Praswad Nugraha (ASN Polri), Harun Al Rasyid (PNS), Budi Agung Nugroho (karyawan swasta), Andre Dedy Nainggolan (PNS), Herbert Nababan (PNS), Andi Abd Rachman Rachim (PNS), Rizka Anungnata (Polri), Juliandi Tigor Simanjuntak (PNS), March Falentino (karyawan swasta), Farid Andhika (karyawan swasta), serta Waldy Gagantika (karyawan swasta) mengaku menjadi pihak yang dirugikan atas pemberlakuan Pasal 29 huruf e UU KPK. Menurut merreka, ketentuan tersebut melanggar hak konstitusionalitas Pemohon yang dijamin Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D, dan Pasal 28I UUD 1945.

“Kami berpandangan bahwa pengalaman dalam upaya memberantas korupsi dan sama lembaganya, yaitu di KPK itu menjadi pandangan yang bisa dipertimbangan Yang Mulia,” ujar Novel dalam sidang pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 68/PUU-XXII/2024 pada Senin (22/7/2024) lalu di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta Pusat.

Para Pemohon pernah menjadi pegawai KPK yang mengalami kerugian konstitusionalitas karena dinyatakan tidak dapat mengikuti seleksi pemilihan pimpinan KPK periode tahun 2024 sampai dengan 2028 berdasarkan penafsiran ketentuan Pasal 29 huruf e UU KPK. Pasal 29 huruf e UU KPK sebagaimana dimaknai Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 berbunyi: “Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: e. berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan.”

Para Pemohon mengaku memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun sebagai pegawai KPK dengan usia kurang dari 50 tahun tetapi lebih dari 40 tahun, sesuai syarat minimum pendaftaran pimpinan KPK sebelum UU KPK hasil revisi tahun 2019 diberlakukan. Namun, dengan berlakunya Pasal 29 huruf e UU 19/2019, maka Pemohon tidak dapat mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK periode 2024-2028 karena tidak terpenuhinya syarat minimum usia.

Padahal, kata para Pemohon, syarat minimum usia pimpinan KPK minimal usia 50 tahun tidak diatur dalam konstitusi sehingga termasuk kebijakan hukum terbuka pada pembentuk undang-undang (open legal policy). Ketentuan usia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun mengakibatkan Pemohon yang belum usianya 50 tahun tidak dapat mencalonkan diri menjadi pimpinan KPK untuk periode tahun 2024-2028.

Menurut Pemohon, untuk menghentikan adanya kerugian konstitusional warga negara yang bertentangan dengan UUD NRI 1945, maka ketentuan Pasal 29 huruf e UU KPK sebagaimana dimaknai Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 perlu dimaknai kembali oleh MK dengan bunyi, “berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK atau paling rendah 40 (empat puluh) tahun dengan pengalaman sekurang-kurangnya selama 5 (lima) tahun sebagai pegawai Komisi Pemberantan Korupsi, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun.”sinpo

Komentar: