DPR Minta KADI Cari Titik Tengah Selesaikan Polemik Kenaikan Tarif BMAD Keramik
SinPo.id - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Hekal meminta Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) mencari titik tengah untuk menyelesaikan polemik rekomendasi kenaikan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sebesar 200 persen terhadap keramik impor dari Tiongkok. Kebijakan yang diambil tidak boleh merugikan pihak manapun.
"Intinya seharusnya untuk menormalkan pasar dan mencari titik equilibrium antara keberpihakan terhadap produksi dan ketersediaan pasar dengan harga wajar. Itu kan harus ada patokannya, data historis dan seterusnya. Dan pastinya ada," kata Hekal saat dikonfirmasi SinPo.id, Jakarta, Rabu, 24 Juli 2024.
Hekal mengibaratkan pengaturan arus barang yang masuk ke Tanah Air sama seperti menarik gas dan rem pada kendaraan. Jika dirasa genting, kata dia, maka seyoginya KADI membuat kebijakan yang ketat, pun sebaliknya bila dalam keadaan normal aturan harus dilonggarkan.
"Mengatur arus barang itu harus sering di pantau dan sesuaikan kayak gas rem kendaraan, kalau genting ya rem harus lebih kuat, tapi kalau sudah normal ya bisa dilonggarin lagi," ucapnya.
Legislator fraksi Partai Gerindra ini meminta KADI bekerja profesional dan transparan. Ini disampaikan Hekal menanggapi adanya kritikan dari sejumlah ekonom terkait rekomendasi kenaikan BMAD dengan merujuk data sekunder bukan primer sehingga dipertanyakan kredibilitasnya.
Di sisi lain, Hekal ingin semua pihak bersikap arif dalam merespons persoalan tersebut. Dia menekankan jika keberpihakan terhadap industri dalam negeri harus diutamakan ketimbang hanya mengandalkan impor.
"Industri sulit dibangun namun mudah dihancurkan. Sedangkan importir relatif lebih mudah tukar-tukar produk," kata Hekal.
Hekal memandang usulan kenaikan bea masuk itu sejatinya ingin melindungi produsen dalam negeri dari kegiatan dumping. Dia menilai tujuan dari dumping tidak lain ingin menguasai pasar.
Namun, Hekal menekankan agar kebijakan tarif yang direkomendasikan sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Salah satunya, memperhatikan ketersiadaan barang dengan harga yang wajar untuk konsumen.
"Nah tarif impor tentu harus bisa mengimbangi kedua hal tersebut. Apakah tarif kecil ataupun besar harus memperhatikan kondisi lapangan. Tapi prinsipnya antidumping itu menormalkan harga, bukan membuat mahal untuk konsumen," tegasnya.
Hekal mengamini Komisi VI berpeluang memanggil KADI untuk menindaklanjuti polemik tersebut. Menurutnya, Komisi VI bisa memanggil KADI pada masa sidang terakhir untuk membuat terang persoalan kenaikan tarif BMAD itu.
"Bisa kami panggil di masa sidang terakhir yang akan datang, tapi Pak Mendag (Zulkifli Hasan) juga sudah jawab bahwa itu 200 persen lebih ke ancaman kalau mereka tidak kooperatif," kata Hekal.