Bukan Dipecat, FSGI Usul Disdik DKI Angkat Honorer Jadi Guru Kontrak
SinPo.id - Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo mengusulkan agar Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta mengangkat guru honorer menjadi Guru Kontrak Sekolah. Pembiayaannya bisa memakai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Hal itu disampaikan Heru menanggapi kebijakan cleansing guru honorer Disdik DKI, yang menyebabkan memberhentikan sepihak 107 guru honorer. Kebijakan itu sebagai tindak lanjut hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dimana proses rekrutmen guru honorer tidak sesuai dengan ketentuan.
"FSGI merekomendasikan agar guru honor murni bukan di PHK melainkan dijadikan sebagai Guru Kontrak," kata Heru dalam keterangannya, Kamis, 18 Juli 2024.
Menurut Heru, kebutuhan guru honorer jumlahnya sangat tinggi. Mengingat, tingginya angka guru PNS yang memasuki usia pensiun. Dan tidak berimbang dengan jumlah penggantinya.
Hal itulah yang membuat FSGI mengusulkan agar guru honorer bukan di PHK, melainkan dikotrak. Untuk pembayaran honornya bisa memakai dana BOS sesuai Juknis BOS Permendikbud ristek No.6 Tahun 2021 Pasal 12 mengatur penggunaan dana BOS, diantaranya untuk pembayaran gaji guru honorer.
Sedangkan di Pasal 13 regulasi ini menganggarkan dana BOS sebesar 50 persen untuk membayar honor guru non ASN.
Heru menambahkan, jika Sekolah membutuhkan guru untuk memfasilitasi kebutuhan penyaluran minat, bakat, dan kemampuan, maka langkah yang dilakukan adalah mengusulkan pengangkatan guru kepada instansi atasan.
"Pengangkatan guru oleh Pemerintah memiliki keterbatasan dari segi anggaran, sehingga memakan waktu yang panjang," ucapnya.
Lebih lanjut, Heru menyampaikan, guru honorer yang berkedudukan kuat adalah guru yang statusnya dapat ditingkatkan. Karena sudah diangkat oleh pejabat berwenang dan telah digaji secara tetap tiap bulan oleh Pemda menggunakan anggaran APBD.
"Guru ini dikenal dengan istilah guru Honda (honor daerah) atau guru Pemda. Sedangkan guru honor murni tidak ada diatur dalam peraturan perundang-undangan RI, terkadang diberi SK pembagian tugas oleh Kepala Sekolah, terkadang tidak, tidak ada ketentuan penggajian, sehingga tidak ada kepastian hukum tentang penggajiannya," ucapnya.
Menurutnya, guru honorer murni dibutuhkan oleh sekolah untuk memfasilitasi dan melayani proses pembelajaran dan kebutuhan peserta didik dalam penyaluran minat, bakat, dan kemampuan.
Keberadaan, pemberdayaan, dan penugasan guru honorer ada yang seizin Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten, tapi penghasilannya berupa honor ditanggung oleh Kemendikbudristek RI menggunakan dana BOS.
"Mendikbudristek Nadiem Makarim menganggarkan dana BOS untuk membayar honor guru honorer murni sebesar 50 persen dari dana BOS yang diterima oleh sekolah. Apabila Menteri menerbitkan Permen memberi jaminan menyediakan dana untuk membayar gaji guru honorer, mengapa mereka para guru di-PHK atau cleansing?" tanya Heru.
"Begitu guru diterima bekerja di sekolah dan pernah menerima uang kehormatan/honor maka lahirlah hukum kebutuhan ekonomi menghidupi anak istri/suaminya di rumah," tambahnya.
FSGI pun memberikan solusi kepada Disdik DKI agar tidak melakukan clenasing atau pembersihan terhadap guru honorer di Jakarta. Karena selama ini, anak, istri atau suami guru honorer tidak pernah menuntut pengangkatan status pegawai.
Mereka lebih banyak menuntut pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga agar bisa bertahan hidup di tengah keadaan ekonomi yang semakin sulit.
Heru melanjutkan, sebelum mengajar, para guru honorer ini menandatangani perjanjian tidak akan menuntut diangkat sebagai PNS ataupun P3K.
Karena itu, Heru memberikan solusi untuk selesaikan masalah guru honorer di Jakarta yaitu pertama dikontrak yang diberi nama 'Guru Kontrak Sekolah' yang tunduk pada Pasal 1320 KUH Perdata.
"Solusi akhir adalah gunakan dana BOS untuk pembayaran honor guru kontrak sekolah. Ikatannya KUH Perdata habis kontrak selesai dan tidak akan ada penuntutan di luar kesepakatan," tutur dia.