MK Sidangkan Uji Ambang Batas Parlemen
SinPo.id - Usai menangani perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Tahun 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian Undang-Undang 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemiu). Permohonan diajukan oleh Didi Apriadi, anggota Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Dalam permohonan perkara dengan Nomor 45/PUU-XXII/2024, Pemohon mempersoalkan norma Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu yang menyatakan, “Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4% (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.”
Pemohon yang diwakili kuasa hukumnya, M. Malik Ibrohim dalam persidangan menjelaskan bahwa partai Pemohon (PPP) meraih 5.878.777 suara sah secara nasional dalam Pemilu Anggota DPR RI 2024 atau setara dengan 3,87%.
Akibat berlakunya norma pasal yang mengatur batas perolehan suara (parliamentary threshold) paling sedikit 4% tersebut, jutaan suara yang telah dipercayakan kepada PPP menjadi sia-sia. Menyadari banyaknya perkara yang telah menguji norma yang sama, Pemohon pun menegaskan bahwa apa yang dipersoalkannya tidak ne bis in idem.
“Pemohon berkeyakinan bahwa selama norma a quo tetap diberlakukan, maka akan terus terjadi disproporsionalitas atau ketidaksetaraan antara suara pemilih dan jumlah partai politik di DPR. Lebih jauh lagi, Pemohon berpandangan bahwa tanpa adanya konversi suara pemilih menjadi kursi DPR, telah nyata norma a quo bertentangan dengan kedaulatan rakyat.
Oleh karena itu, Pemohon berkesimpulan bahwa parliamentary threshold berdasarkan Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu telah menimbulkan kerugian konstitusional bagi Pemohon dan partai Pemohon. Sehingga, pada petitum, Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak Pemilu DPR 2024.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyampaikan nasihat. Enny menjelaskan bahwa norma Pasal 414 sudah sering diuji dan diputus MK.
“Ini tugas beratnya di sini, apa sesungguhnya yang bisa meyakinkan Mahkamah bahwa putusan Mahkamah terakhir, Putusan 116 Tahun 2023 yang telah memaknai Pasal 414 ayat (1) itu kemudian harus dichallenge oleh prinsipal saudara termasuk kuasa Pemohon, apa reasoning yang kuat yang dapat meyakinkan Mahkamah. Karena Mahkamah telah memutus dan memberikan pemaknaan,” kata Enny.