Kesaksian Mantan Sekjen Kementan
SinPo.id - Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono memberi kesaksian mengejutkan saat menjadi saksi mahkota sidang dugaan korupsi mantan Menteri Syahrul Yasin Limpo di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu, 19 Juni 2024. Dalam kesaksiannya Kasdi mengatakan sejumlah pimpinan komisi pemberantasan korupsi (KPK) minta jatah dan menerima uang dari program Kementan.
Sejumlah pimpinan yang disebut Kasdi di antaranya wakil ketua KPK Alexander Marwata dan mantan ketua KPK Firli Bahuri. Alexander disebut pernah meminta program untuk kampung halamannya di Klaten, Jawa Tengah ke Syahrul Yasin Limpo. Sedangkan Firli pernah menerima uang Rp800 juta untuk mengkondisikan dugaan korupsi pengadaan sapi di Kementan.
“Ada chatingan antara pak menteri dengan salah satu pimpinan KPK,” kata mantan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono, saat menjawab pertanyaan hakim di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Rabu, 19 Juni 2024 pekan lalu.
Pernyataan Kasdi itu sebagai jawaban kepada Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh yang bertanya kedekatan dan komunikasi antara SYL sebagai Mentan dengan komisioner KPK.
"Ada chatting beliau di sampaikan oleh penyidik kepada saya ada di hp Pak Menteri," ujar Kasdi menjelaskan. “Pada waktu itu adalah Pak Alex Marwata,” ujar Kasdi menambahkan.
Menurut Kasdi dalam chatingan tersebut Alex meminta SYL agar kampung halamannya diberi program. Namun, ia mengaku tidak tahu apakah permintaan tersebut ditindaklanjuti atau tidak.
Kesaksian lain disampaikan Kasdi berupa aliran uang Rp800 juta ke Mantan Ketua KPK Firli Bahuri untuk mengondisikan kasus dugaan korupsi pengadaan sapi di Kementan. Saat menjawab pertanyaan hakim, Kasdi mengatakan Firli bertemu Syahrul saat menjabat sebagai Mentan. Hal itu dibuktikan dengan foto pertemuan Firli dengan Syahrul di sebuah lapangan badminton.
"Yang saya ingin sampaikan adalah ada momen yang di foto di lapangan badminton, itu saja yang saya tahu," ujar Kasdi.
Dalam kesaksiannya, Kasdi mengatakan, Syahrul saat menjadi Mentan pernah mengumpulkan seluruh jajaran eselon I. Dalam pertemuan itu Syahrul menyebut KPK sedang mengusut kasus korupsi terkait pengadaan sapi di Kementan sehingag harus diantisipasi.
"Bahwa ada permasalahan yang berkait dengan pengadaan sapi di Kementan yang bermasalah yang sedang dilidik oleh KPK. Kemudian pak menteri sampaikan agar ini diantisipasi," kata Kasdi menjelaskan.
Antisipasi itu dengan mengumpulkan uang sejumlah Rp800 juta dari sejumlah direktorat di Kementan untuk diserahkan kepada Firli. "Waktu itu diperjelas lagi oleh pak Hatta bahwa ada kebutuhan Rp800 (juta) yang akan diserahkan pada Pak Firli," katanya.
Uang Rp800 juta untuk Firli Bahuri diserahkan Syahrul melalui Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar yang kebetulan saudara Syahrul.
Alexander Membantah
Alexander Marwata membantah kesaksian mantan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono yang menyebut dirinya pernah menghubungi Syahrul dan meminta bantuan untuk kampung halamannya.
Alexander mengatakan fotonya dicatut oleh seseorang di aplikasi WhatsApp untuk percakapan dengan Mentan. "Percakapan WA antara Mentan dengan seseorang yang menggunakan foto profile saya," kata Alexander, dikutip dari laman detik.com.
Bantahan itu dibuktikan dengan melampirkan tangkapan layar yang berisi chat seorang dengan Syahrul di WA yang menggunakan fotonya. "Saya tidak pernah mempunyai dan menyimpan nomor handphone atau pejabat Kementan yang saat ini sedang beperkara atau disidang di pengadilan tipikor," kata Alexander menegaskan.
Menurut alexander, percakapan dengan mantan Mentan Syahtul Yassin Linpo telah diusut oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK, yang hasilnya belum ada bukti pelanggaran etik yang ditemukan.
"Saya sudah diklarifikasi Dewas dan sejauh ini tidak ada bukti saya berkomunikasi dengan Mentan atau pejabat Kementan yang sedang beperkara," katanya.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) UGM, Zaenur Rohman, mengatakan dugaan keterlibatan Alexander pernah menghubungi Syahrul saat mejadi Mentan perlu didalami.
“Seharusnya JPU dan majelis hakim memverifikasi apakah betul pesan tersebut disampaikan oleh Alex atau orang lain yang mengaku sebagai Alex," kata Zaenur.
Ia mentakan jika benar, maka sanksi berat harus diberikan kepada Alexander. Meski ia mengatakan dugaan Alexander meminta program Kementan untuk daerahnya bukan untuk kepentingan pribadi, namun jika hal itu benar maka tidak etis.
“Juga merupakan bentuk menyalahgunakan pengaruh. Ini bisa masuk kategori pelanggaran kode etik," kata Zaenur menjelaksan.
Zaenur mengingatkan posisi pimpinan KPK rentan terhadap konflik kepentingan sehingga mereka harus focus pada tugas pemberantasan korupsi serta membatasi diri berkomunikasi dengan pejabat negara.
"Pimpinan KPK menjaga perilaku. Membatasi komunikasi dengan para pejabat negara, kecuali kepentingan kedinasan yang bersifat resmi,” katanya. (*)