Jadi Pengacara SYL, Eks Jubir KPK Dibayar Rp800 Juta

Laporan: david
Senin, 03 Juni 2024 | 14:41 WIB
Mantan juru bicara KPK, Febri Diansyah (tengah). (SinPo.id/Antara)
Mantan juru bicara KPK, Febri Diansyah (tengah). (SinPo.id/Antara)

SinPo.id - Mantan juru bicara KPK, Febri Diansyah mengaku dibayar Rp800 juta saat menjadi pengacara mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dalam tahap penyelidikan perkara.

Hal itu disampaikan Febri saat bersaksi dalam persidangan kasus dugaan pemerasaan dan penerimaaan gratifikasi dengan terdakwa SYL dan kawan-kawan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin 3 Juni 2024.

"Berapa menerima honor?" Tanya hakim Fahzal Hendri dalam persidangan. 

"Honorarium itu kami bagi Yang Mulia, izin menjelaskan. Satu, di tahap penyelidikan kami menerima honorarium ini mengacu Pasal 21 UU advokat berdasarkan kesepakatan pada saat itu," jawab Febri. 

Febri Diansyah sempat berupaya berkelit dari pertanyaan hakim. Sebab, ia merasa jika pertanyaan hakim itu tak tepat dibahas dalam persidangan. 

"Berapa nilainya?" tanya hakim lagi

"Apakah tepat saya sampaikan disini Yang Mulia?" ujar Febri mempertanyakan hal itu. 

Fahzal merujuk Pasal 165 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sehingga Fahzal mengingatkan Febri bahwa hakim berhak bertanya apapun kepada saksi. Adapun saksi wajib menjawab semua pertanyaan itu. 

"Karena kalau penuntut umum yang tanya ndak perlu pak Febri jawab, penasehat hukum yang tanya ndak perlu dijawab. Tapi kalau hakim yang tanya harus dijawab," tegas Fahzal.

Fahzal merasa jawaban dari pertanyaan tersebut tak menjadi masalah bagi Febri. Febri pun mengaku dibayar Rp800 juta untuk menjadi pengacara SYL.

"Pada saat itu di tahap penyelidikan yang disepakati totalnya adalah Rp 800 juta," ujar Febri. 

Febri menyebut uang 800 juta itu dibagikan untuk delapan orang yang tergabung dalam timnya. Uang ini diserahkan untuk jasa konsultasi hukum selama proses penyelidikan KPK. 

"Di tahap penyelidikan," ujar Febri. 

Diketahui, KPK menjerat SYL atas kasus dugaan pemerasan, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang. Kasus pemerasan dan gratifikasi yang menjerat SYL sedang berproses di pengadilan. 

Jaksa mendakwa SYL memeras anak buahnya dan menerima gratifikasi senilai Rp 44,5 miliar. Perbuatan itu dilakukan SYL bersama mantan Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Muhammad Hatta. 

Uang tersebut adalah total yang diterima dalam periode 2020 hingga 2023. Berikut ini merupakan rincian sumber-sumber upeti SYL selama 2020-2023.

- Sekretariat Jenderal Kementan: Rp 4,4 miliar
- Ditjen Prasarana dan Sarana: Rp 5,3 miliar
- Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan: Rp 1,7 miliar
- Ditjen Perkebunan: Rp 3,8 miliar
-Ditjen Hortikultura: 6,07 miliar
- Ditjen Tanaman Pangan: Rp 6,5 miliar
- Balitbang Pertanian/BSIP: Rp 2,5 miliar
- BPPSDMP: Rp 6,8 miliar
- Badan Ketahanan Pangan: Rp 282 juta
- Badan Karantina Pertanian : Rp 6,7 miliar

Uang puluhan miliar itu dipergunakan untuk kepentingan pribadi SYL serta keluarganya. Beberapa di antaranya untuk kado undangan, Partai Nasdem, acara keagamaan, charter pesawat, bantuan bencana alam, keperluan ke luar negeri, umrah, dan kurban.

Sementara untuk kasus TPPU saat ini masih dalam proses penyidikan. Dalam kasus ini, KPK menduga SYL menyembunyikan atau menyamarkan hasil korupsi di Kementan. 

KPK telah menyita sejumlah aset milik SYL yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Beberapa di antaranya, sejumlah rumah dan mobil. Selain itu, SYL diduga menggunakan uang korupsi di Kementan dengan bepergian ke luar negeri seakan-akan perjalanan dinas. sinpo

Komentar: