Kejagung Tetapkan Lima Tersangka Baru di Kasus Korupsi Timah

Laporan: Khaerul Anam
Sabtu, 27 April 2024 | 00:38 WIB
Gedung Kejagung RI. (SinPo.id/dok. Kejagung)
Gedung Kejagung RI. (SinPo.id/dok. Kejagung)

SinPo.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan lima orang tersangka baru dalam dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah Tbk Tahun 2015-2022. 

"Setelah delapan jam pemeriksaan, tim penyidik memandang telah ditemukan alat bukti yang cukup sehingga pada hari ini kami tetapkan lima orang tersangka," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Kuntadi dalam keterangannya, Jumat malam, 26 April 2024.

Kuntadi memaparkan, kelimana yakni HL selaku beneficial owner PT TIN, FR selaku marketing PT TIN. Kemudian SW selaku Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung periode Maret 2015 sampai 2019; BN selaku Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung 2019 dan AS selaku Plt Kepala Dinas ESDM yang selanjutnya ditetapkan sebagai kepala dinas.

"Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan, tiga orang di antaranya untuk penyidikan ditahan," ujar Kuntadi.

Adapun, FR ditahan di rumah tahanan (Rutan) Salemba Kejagung, kemudian AS di Rutan Salemba Jakarta Pusat, dan SW di Rutan Salemba Jakarta Pusat.

"Sedangkan terhadap tersangka BN, karena alasan kesehatan yang bersangkutan tidak ditahan. Sedangkan tersangka HL yang tidak hadir selanjutnya oleh tim penyidik akan dipanggil untuk menjadi tersangka," kata Kuntadi.

Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan 16 tersangka dalam kasus tersebut. Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.

Kejagung menyebut nilai kerugian ekologis dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp271 Triliun berdasarkan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo.

Nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun, dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.

Kendati demikian, Kejagung menegaskan bahwa nilai kerugian tersebut masih belum bersifat final. Kejagung menyebut saat ini penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat aksi korupsi itu.sinpo

Komentar: