Sidang PHPU MK

Pakar Hukum Tata Negara Sebut MK Tak Berwenang Usut Pelanggaran TSM

Laporan: Tio Pirnando
Kamis, 04 April 2024 | 15:10 WIB
Gedung MK RI (SinPo.id/MK)
Gedung MK RI (SinPo.id/MK)

SinPo.id - Pakar hukum tata negara Abdul Chair Ramadhan menilai, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak berwenang mengusut dugaan pelanggaran kecurangan terstruktur, sistematis, masif (TSM) pada Pilpres 2024. Alasannya, pelanggaran TSM itu bersifat administratif yang merupakan kewenangan Bawaslu.

"Bagaimana kedudukannya dengan pelanggaran administrasi TSM? Jelas tidak ada kewenangan Mahkamah Konstitusi. Dalam hal ini saya sebutkan tidak dapat mempersamakan pelanggaran administrasi pemilu dengan penghitungan hasil, ini kan dua hal yang berbeda," kata Chair sebagai Ahli yang dihadirkan tim Prabowo-Gibran dalam sidang lanjutan sengketa PHPU Pilpres 2024 di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis, 4 April 2024.

Chair kemudian menyinggung tidak adanya aduan dugaan kecurangan pemilu secara TSM kepada Bawaslu selama ini.

Ia lantas mengutip teori Von Buri, yang menilai tidak adanya laporan ke Bawaslu berarti kecurangan TSM dianggap tidak pernah ada.

"Ini tentu menjadikan Mahkamah Konstitusi tidak berwenang mengadili perkara a quo," tegasnya.

Chair selanjutnya mengutip Pasal 475 Ayat (2) UU Pemilu yang berbunyi, "Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terhadap hasil penghitungan suara yang memengaruhi penentuan terpilihnya Pasangan Calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden."

Menurut Chair, frasa 'hanya terhadap hasil penghitungan suara' yang tertuang dalam ayat itu bermakna sebagai pembatasan, sehingga MK harus menafikan persoalan di luar penghitungan suara ketika menangani sengketa hasil pilpres.

Sebab itu, Chair berpandangan, MK hanya dapat melakukan tindakan korektif atas kesalahan penghitungan suara yang terjadi secara masif dan signifikan.

"Di sini tidak ada peluang untuk memperluas atau menafsirkan lain kewenangan Mahkamah Konstitusi tersebut. Dengan kata lain, tidak boleh ada rechtvinding atau ijtihad," kata dia.sinpo

Komentar: