KPU Tangkis Tuduhan Pendaftaran Cawapres Gibran Langgar Konstitusi
SinPo.id - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari menangkis pernyataan saksi ahli dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Bambang Eka Cahya Widodo, dihadirkan kubu AMIN, yang menyebut KPU telah melanggar konstitusi karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.
Tangkisan itu dilakukan Hasyim dengan sebuah lontaran pertanyaan kepada Bambang mengenai dokumen persyaratan apa yang harus dipenuhi bakal pasangan capres-cawapres ketika hendak mendaftar ke KPU.
"Pertanyaan yang kami ajukan terkait syarat sebagai capres atau cawapres, apa dokumen yang harus disampaikan untuk membuktikan bahwa calon atau bakal calon itu berusia 40 tahun pada saat didaftarkan?" tanya Hasyim dalam sidang lanjutan PHPU Pilpres 2024 di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin, 1 April 2024.
Kemudian, Hasyim melontarkan pertanyaan kedua kepada saksi Ahli, Bambang Eka Cahya.
"Apabila calon itu sedang menduduki jabatan sebagai kepala daerah, apa dokumen persyaratan yang diajukan oleh yang bersangkutan atau parpol yang mengusulkan yang bersangkutan?" tanya dia.
Bambang menjawab bahwa dokumen persyaratan yang harus dipenuhi bakal pasangan capres-cawapres untuk mengetahui batas usia minimum adalah melalui Kartu Tanpa Penduduk Elektronik (e-KTP).
"Syarat calon untuk menentukan usia 40 tahun atau belum, tadi saya menyebut di PKPU ada dokumen yang harus diserahkan, yaitu KTP Elektronik bapaslon atau suami istrinya, dan akta kelahiran WNI bapaslon atau suami istri bapaslon. Saya kira itu menjawab kebutuhan terhadap verifikasi dokumen yang diajukan," kata Bambang.
Sedangkan menjawab pertanyaan kedua Hasyim, Bambang menjelaskan cukup ringkas.
"Setahu saya mestinya SK yang bersangkutan sebagai kepala daerah, ditambah izin dari presiden, karena seorang kepala daerah harus mengajukan izin ke presiden," jawab Bambang.
Bambang mendalilkan, azas pemilu jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia (jurdil luber) tidak diberlakukan KPU dalam proses pencalonan Gibran.
Satu hal yang membuat hal tersebut terbukti, menurut Bambang, adalah karena KPU tidak mengubah syarat batas usia capres-cawapres yang diubah MK sebelum masa pendaftaran.
"Karena ada kebenaran yang tidak disampaikan (KPU) dalam proses verifikasi itu, yaitu Peraturan KPU 19/2023 belum diubah (menyesuaikan Putusan MK 90/PUU-XXI/2023). Sehingga, ketika itu dijadikan dasar (pencalonan Gibran) maka putusan itu sudah tidak jujur, tidak sesuai dengan faktanya," kata Bambang.
Bambang mengatakan, secara kronologis pendaftaran Gibran dilakukan sebelum PKPU 19/2023 diubah untuk menyesuaikan dengan putusan MK tersebut yang keluar pada 16 Oktober, yaitu sebelum masa pendaftaran bakal capres-cawapres pada 19 hingga 25 Oktober 2023.
"Menyangkut timeline, antara 16 Oktober sampai 25 Oktober, menurut hemat saya, langkah yang harus dilakukan oleh KPU adalah menyusun perubahan PKPU 19/2023, dan mengajarkannya kepada DPR. Sehingga kemudian ada waktu 9 atau 10 hari untuk mengubah Peraturan KPU 19/2023 ini. Dan waktu ini terbuang percuma, tidak ada tindakan yang berarti untuk mengubah Peraturan KPU tersebut," ujarnya.
Justru, Bambang mendapati KPU baru mengubah PKPU 19/2023 menjadi PKPU 23/2023 melewati masa pendaftaran yaitu pada 3 November 2023. Sehingga, syarat pendaftaran bakal capres-cawapres boleh di bawah 40 tahun apabila sedang atau pernah menjabat sebagai kepala atau wakil kepala daerah, tidak bisa diterapkan surut.
"Poin saya menyimpulkan adalah ketudakjujuran dan ketidakadilan adalah proses penetapan Gibran sebagai cawapres bukan sekadar pelanggaran etika, tapi juga pelanggaran konstitusi," kata Bambang.