Sidang PHPU MK

Soal Pemanggilan Menteri, Politikus Hanura: MK Bukan Pengawas Pengelolaan APBN

Laporan: Tio Pirnando
Minggu, 31 Maret 2024 | 10:18 WIB
Suasana sidang perkara PHPU Pilpres di MK. (SinPo.id/dok MK)
Suasana sidang perkara PHPU Pilpres di MK. (SinPo.id/dok MK)

SinPo.id - Politisi Senior Partai Hanura Inas Nasrullah Zubir menilai, permintaan dari tim hukum Paslon 01 Anies-Muhaimin, menghadirkan sejumlah menteri di hadapan Mahkamah Konstitusi (MK) harus ditinjau terlebih dahulu dari segi hukum dan kewenangannya.

Menurut Inas, sebelum menindaklanjuti permintaan tersebut, perlu diteliti ulang apakah MK memiliki kewenangan secara hukum untuk memanggil menteri dan meminta keterangan terkait pelaksanaan APBN, dalam hal ini mengenai program bantuan sosial (bansos).

"Mengingat bahwa kewenangan MK lebih terfokus pada pengujian undang-undang terhadap konstitusi, serta penyelesaian perselisihan hasil pemilu," kata Inas saat dihubungi SinPo.id, Minggu, 31 Maret 2024.

Inas menyebut, MK tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan APBN oleh pemerintah. Hal ini karena UU Nomor 8/2011 perubahan atas UU 24/2003 tentang MK, tidak memberikan kewenangan menangani hal tersebut.

Sebaliknya, berdasarkan UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, menyatakan bahwa proses perencanaan, penyusunan, dan pengelolaan APBN menjadi tugas pemerintah.

Sementara, berdasarkan UU No. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), dimana DPR memiliki fungsi pengawasan serta tugas dan wewenang untuk melakukan pengesahan dan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan pemerintah.

"Dengan demikian, dalam konteks politik anggaran di Indonesia, MK bukanlah aktor yang secara langsung terlibat dalam proses pengawasan dan pengelolaan APBN," tegasnya.

"Peran pengawasan terhadap APBN lebih banyak terletak DPR sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku," sambungnya.

Oleh karena itu, menurut Inas, permintaan pemanggilan sejumlah menteri tersebut, tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku di Indonesia.

"Dengan demikian, sebelum tindakan dilakukan, penting bagi MK untuk memastikan bahwa langkah ini sesuai dengan kewenangan dan tata cara yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku," tukasnya.sinpo

Komentar: