Majelis Kehormatan Sanksi Tertulis Pelanggaran Etik Anwar Usman
SinPo.id - Hakim Konstitusi Anwar Usman (Hakim Terlapor) terbukti melanggar prinsip Kepantasan dan Kesopanan, butir penerapan angka 1. Hakim konstitusi harus menghindari perilaku dan citra yang tidak pantas dalam segala kegiatan; angka 2.
Sebagai abdi hukum yang terus menerus menjadi pusat perhatian masyarakat, hakim konstitusi harus menerima pembatasan-pembatasan pribadi yang mungkin dianggap membebani dan harus menerimanya dengan rela hati serta bertingkah laku sejalan dengan martabat Mahkamah.
Sehingga Majelis Kehormatan memberikan teguran tertulis untuk menunjukkan sikap patuh yang tulus terhadap Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023.
Demikian Putusan Majelis Kehormatan yang dibacakan Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna terhadap Perkara Nomor 01/MKMK/L/003/2024 yang diajukan oleh Zico Leonard Djagardo S; Perkara Nomor 02/MKMK/L/003/2024 yang diajukan oleh Alvon Pratama Sitorus, dkk; dan Perkara Nomor 05/MKMK/L/003/2024 yang diajukan oleh Harjo Winoto dengan terlapor Hakim Konstitusi Anwar Usman. Sidang Pengucapan Putusan MKMK ini dilaksanakan di Ruang Sidang Panel, Gedung 2 MK, Jakarta pada Kamis 28 Maret 2024
Lebih lanjut Anggota MKMK Yuliandri membacakan pertimbangan hukum dan etika berkenaan dengan tindakan Hakim Terlapor tersebut atas gelaran konferensi persnya sebagai bentuk sanggahan dan keberatan atas sanksi etik dalam Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023.
Berikut pula dengan pengajuan gugatannya pada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta terhadap Keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023–2028 bertanggal 9 November 2023.
Kejanggalan sikap Hakim Terlapor dengan menyampaikan bantahan yang menunjukkan keengganan untuk mematuhi Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023 ini, sambung Yuliandri, dalam pandangan Majelis Kehormatan merupakan bentuk pelanggaran terhadap prinsip Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Hal demikian menimbulkan akibat pada turunnya citra dan muruah MK di mata masyarakat. Sementara kepercayaan dan dukungan masyarakat merupakan bentuk mutlak bagi penataan dan efektivitas putusan-putusan MK.
Arief Hidayat Tak Langgar Etik
Berikutnya Sekretaris sekaligus Anggota MKMK Ridwan Mansyur membacakan pertimbangan hukum dan etika atas Perkara MKMK Nomor 03/MKMK/L/003/2024 yang diajukan oleh Andhika Ujiantara dan Perkara Nomor 05/MKMK/L/003/2024 yang diajukan oleh Harjo Winoto dengan terlapor Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Terkait status Hakim Konstitusi Arief Hidayat (Hakim Terlapor) sebagai Ketua Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI), Majelis Kehormatan menilai hal tersebut bukan bentuk pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
Sebab, tidak cukup alasan untuk menyatakan telah terjadi pelanggaran terhadap Sapta Karsa Hutama karena semata-mata seorang hakim konstitusi menjabat sebagai ketua/pimpinan organisasi kemasyarakatan.
Saldi Isra Tak Terbukti Terafiliasi
Terhadap dugaan laporan oleh Andi Rahadian dengan terlapor Wakil Ketua MK Saldi Isra dalam Perkara Nomor 04/MKMK/L/003/2024 yang menyatakan terhadap pendapat berbeda (dissenting opinion) dari seorang hakim dari Putusan Nomor 90/PUU-XXI/20023, Majelis Kehormatan berpendapat dalam hal ini berlaku asas res judacata pro veritate habetuur.
Artinya, putusan hakim harus dianggap benar. Dalam dokumen pendapat berbeda hakim terlapor pada pokoknya terdapat dua isu hukum yang dibahas, yakni isu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan hukum acara serta isu substansi dari perkara tersebut.
Namun jika hakim ingin membahas dari sudut pandang berbeda, yang tidak terkait dengan pokok perkara semisal membahas prosedural hukum acara, hal demikian bukan suatu masalah.
“Sebab, pada hakikatnya pendapat berbeda seorang hakim merupakan bentuk independensi personal dan bagian dari kemerdekaan kekuasaan kehakiman. Dengan demikian, dalil para Pelapor terkait isu ini tidak beralasan menurut hukum dan harus dikesampingkan,” sebut Sekretaris sekaligus Anggota MKMK Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur.
Kemudian terkait dengan laporan mengenai terdapat afiliasi antara Hakim Terlapor dengan PDI Perjuangan, Majelis Kehormatan menilai tidak terdapat dasar laporan yang kuat yang didasarkan pada pemberitaan media online. Pada kutipan pemberitaan disebutkan Ketua DPP PDI Perjuangan Provinsi Sumatera Barat menyebutkan Hakim Terlapor sebagai salah satu putra daerah yang patut dipertimbangkan.
“Dengan demikian, dalil yang diajukan oleh Pelapor tidak cukup kuat untuk membuktikan afiliasi hakim terlapor dengan PDI Perjuangan terkait pencalonannya sebagai calon wakil presiden. Selain itu, hakim terlapor membantah dalil tersebut menjadi pertimbangan penting dalam menilai kebenaran dalil tersebut. Sehingga Majelis Kehormatan tidak menemukan cukup bukti untuk menyatakan adanya pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana yang didalilkan oleh Pelapor,” jelas Sekretaris sekaligus Anggota MKMK Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dari Ruang Sidang Panel, Gedung 2, MK.
Sebagai tambahan informasi, MKMK ad hoc pada 7 November 2023 lalu telah memberikan putusan atas pelanggaran etik yang terjadi di lingkup kerja hakim konstitusi.
Pada salah satu putusan tersebut, MKMK Ad Hoc merekomendasikan pembentukan MKMK permanen. Selanjutnya MK mengumumkan pembentukan MKMK permanen pada 20 Desember 2023.
Berpedoman pada Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (PMK 1/2023), MKMK berjumlah tiga orang yang terdiri dari 1 (satu) orang Hakim Konstitusi; 1 (satu) orang tokoh masyarakat; dan 1 (satu) orang akademisi yang berlatar belakang di bidang hukum.
MKMK menjalankan tugas sejak 8 Januari-31 Desember 2024. Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur mewakili dari hakim konstitusi yang aktif; I Dewa Gede Palguna (Hakim Konstitusi Masa Jabatan 2003–2008 dan 2015–2020) mewakili tokoh masyarakat; dan Yuliandri yang merupakan akademisi dari Universitas Andalas bertindak mewakili kalangan akademisi yang berlatar belakang bidang hukum.