BKKBN: Intervensi Penanganan Stunting Harus Ditarik dari Hulu

Laporan: Tim Redaksi
Senin, 18 Maret 2024 | 15:19 WIB
Petugas BUMN Holding Pangan ID FOOD mendata keluarga penerima bantuan pangan penanganan stunting gelombang kedua pada 2024 di Aula Kantor Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi. (SinPo.id/Antara)
Petugas BUMN Holding Pangan ID FOOD mendata keluarga penerima bantuan pangan penanganan stunting gelombang kedua pada 2024 di Aula Kantor Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi. (SinPo.id/Antara)

SinPo.id - Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Irma Ardiana menyampaikan bahwa intervensi penanganan stunting mesti ditarik dari hulu, utamanya saat 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).

"Kita harus bisa mengarahkan intervensi dari hulunya karena dari 0-5 bulan bisa saja dari lahir sudah terindikasi stunting. Jadi, intervensinya ditarik lebih awal dari hulunya, 1.000 HPK termasuk ibu hamil sampai dengan bayi usia dua tahun (baduta),” ujarnya dalam keterangannya pada Senin, 18 Maret 2024.

Ia menekankan pentingnya perencanaan dan penganggaran kegiatan bina keluarga balita (BKB) pada musyawarah perencanaan dan pembangunan (musrenbang) daerah agar penanganan anak stunting dapat terus dipantau.

“Pantau BKB-Mu adalah akronim dari kegiatan perencanaan dan penganggaran kegiatan BKB sejak musrenbang desa, tujuannya untuk membantu kepala desa dan lurah mencapai sembilan indikator dalam Pantau BKB-Mu yang tercatat melalui data,” katanya.

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, BKKBN sudah memetakan sembilan indikator unit yang dihitung di desa/kelurahan dan sudah dicermati capaian pada 2023.

“Kami akan menyoroti beberapa hal di indikator jumlah desa bebas stunting. Harapannya, di tahun 2024 tidak ada prevalensi stunting lebih dari 3,4 persen, meski saat ini kenyataannya masih jauh dari sasaran. Kita masih terus berjuang," ucapnya.

Ia menekankan pada indikator kelima, di mana desa diharapkan dapat meningkatkan alokasi dana desa/kelurahan untuk melakukan intervensi spesifik dan sensitif dalam percepatan penurunan stunting, dengan target 90 persen pada 2024, tetapi capaian pada 2023 baru 76,52 persen.

Namun, ia tetap mengapresiasi indikator persentase desa/kelurahan yang melaksanakan kelas BKB tentang pengasuhan 1.000 HPK, di mana hal tersebut sudah melampaui target dengan capaian 95,05 persen dari target 90 persen pada 2024.

"Nanti kita lihat apakah dengan kelas BKB ini sudah cukup efektif menurunkan prevalensi stunting?” ujarnya.

Ia menyampaikan hal tersebut mengingat berdasarkan kelompok usia, angka stunting kelompok usia 0-5 bulan pada 2019 sebesar 8,4 persen, sedangkan pada 2021 meningkat menjadi 11,7 persen dan masih stagnan pada 2022.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI