Pengamat: Apa Kepentingan Komite HAM PBB terhadap Pilpres di Indonesia?

Laporan: Tio Pirnando
Senin, 18 Maret 2024 | 12:44 WIB
Debat antarcapres Pilpres 2024. (Sinpo.id/Ashar)
Debat antarcapres Pilpres 2024. (Sinpo.id/Ashar)

SinPo.id - Direktur Eksekutif Sentral Politika Subiran Paridamos mempertanyakan urgensi Anggota Komite HAM PBB Bacre Waly Ndiaye pada sidang ICCPR di Jenewa, Swiss, Selasa lalu, yang menyoroti Pilpres 2024 di Indonesia. Karena, sejumlah pemimpin negara di dunia juga sudah  memberikan selamat secara resmi kepada Prabowo Subianto baik melalui telpon, surat resmi, audiensi perwakilan kedutaan, dan siap bekerjasama dengan pemerintah Indonesia ke depan. 

"Ada kepentingan apa dewan HAM PBB terhadap Pilpres Indonesia? Kenapa tiba-tiba mengurusi dapur demokrasi Indonesia? Apakah Pilpres Indonesia ada kaitan dengan HAM internasional?" kata Subiran saat dihubungi SinPo.id pada Senin, 18 Maret 2024. 

Jika Komite HAM PBB mempertanyakan demokrasi di Indonesia, menurut Subiran, tidak ada satu negara di dunia termasuk Amerika Serikat dan India sekalipun yang menjalankan prosedur demokrasi sebesar dan serumit Indonesia.

Dia menilai, Indonesia adalah satu-satunya negara di dunia yang menyelenggarakan Pilpres, Pileg, dan Pilkada secara langsung dan serentak. Bahkan, pemilu Amerika sekalipun tidak akan menandingi refresentasi pilihan rakyat dalam pemilu seperti  di Indonesia.

"Pemilu di Indonesia juga diikuti pemilih dengan jumlah sangat besar, mencapai ratusan juta penduduk, ditambah cakupan wilayah negara kepulauan yang sangat luas, dengan demografi beragam, baik suku, budaya, tingkat pendidikan, dan kondisi ekonomi," tuturnya. 

Selain itu, apabila yang dipertanyakan adalah intervensi Presiden, netralitas aparat, maka pemilu di Indonesia memiliki asas luber dan jurdil. Dimana ada banyak aktor yang terlibat, sehingga meminimalisir penyalahgunaan kekuasaan dalam pemilu. 

Di antaranya, KPU sebagai penyelenggara, kemudian ada Bawaslu, DKPP, Gakumdu, lembaga pemantau pemilu, pers dan media, aparat keamanan, saksi parpol, saksi capres-cawapres, termasuk rakyat yang juga berpartisipasi aktif dalam pengawasan pemilu. 

"Jika ada sengketa administrasi dan lain-lain, ada Bawaslu, jika KPU dan Bawaslu terindikasi bermain, maka ada DKPP, jika kontestan tidak puas terhadap hasil pemilu, ada MK. Bahkan, media asing bebas meliput jalannya pemilu Indonesia. Jadi apanya yang ditutup-tutupi? Apanya yang curang? Apanya yang intervensi? Sehingga ketika negara asing termasuk PBB hendak mempertanyakan demokrasi Indonesia, maka merekalah yang seharusnya belajar demokrasi di Indonesia, "kritiknya.

Namun, jika PBB mempertanyakan HAM di Indonesia, maka seharusnya meraka yang harus belajar pada tanah air.

Subiran mensinyalir, dewan HAM PBB ini hendak memberikan dalil tambahan kepada pihak yang kalah untuk terus mewacanakan isu kecurangan agar situasi politik dalam negeri tidak segera rekonsiliasi. Termasuk, isu dewan HAM PBB hendak menyasar Prabowo yang selama ini selalu dikaitkan dengan pelanggaran HAM.

"Kalau Prabowo adalah pelanggar HAM, kenapa Amerika menerima kerjasama dengan menteri pertahanan  Indonesia dibawah komando Prabowo? Kalau Prabowo pelanggar HAM, kenapa Megawati, Anies termasuk Cak Imin pernah bekerjasama politik dengan Prabowo?" tanya Subiran. 

"Isu dan wacana dari HAM PBB ini juga muncul pasca Pidato Prabowo Subianto yang dengan tegas menyindir dan menyinggung soal ada Negera di dunia yang pandai bicara HAM, tapi abai terhadap pelanggaran HAM di Palestina," tutup Subiran.

Sebelumnya, Anggota Komite HAM PBB (CCPR), Bacre Waly Ndiaye, mempertanyakan netralitas Presiden Joko Widodo dan pencalonan Gibran Rakabuming Raka. Pertanyaan itu terlontar pada Sidang Komite HAM  PBB atau ICCPR di Jenewa, Swiss, Selasa, 12 Maret 2024.

Dalam sesi tanya jawab, Ndiaye yang berasal dari Senegal membahas soal jalannya Pemilu 2024 dan dinamika politik di Indonesia. Ia menanyakan beberapa hal, termasuk soal keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah batas usia capres-cawapres.sinpo

Komentar: