Darurat Bullying, DPR Minta Kemendikbud Bentuk Satgas Khusus

Laporan: Juven Martua Sitompul
Senin, 04 Maret 2024 | 11:27 WIB
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda. (SinPo.id/Parlementaria)
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda. (SinPo.id/Parlementaria)

SinPo.id - Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) membentuk satuan tugas khusus mencegah kasus perundungan atau bullying. Kasus perundungan di Tanah Air dinili sudah memprihatinkan.

Menurut Huda, Kemendikbud bisa memetakan sekolah yang rawan terhadap perundungan. Kemendikbud juga bisa memanfaatkan hasil survei lingkungan sekolah dalam asesmen nasional.

"Itu harus di-follow up secara lebih konkret ketika Kemendikbud sudah punya peta dari sekian banyak ratusan ribu sekolah itu mana yang rawan terjadi bullying, sebenarnya bisa dipotret dengan rapor sekolah itu. Di situ sebenarnya fungsi pengawasan yang sifatnya yang bisa dilakukan oleh Satgas Anti-bullying di sekolah ini bisa dimaksimalkan," kata Huda dalam keterangannya, Jakarta, Senin, 4 Maret 2024.

Di sisi lain, Huda menilai sekolah memang harus terbuka dan transparan menangani kasus ini. Di menyebut ada banyak faktor sekolah sering sekaklibtidak mau terbuka soal temuan kasus perundungan.

"Saya kira Kemendikbud yang barus proaktif, ada suasana di sekolah selama ini secara hirarkis sekolah itu SD-SMP menjadi kewenangan Dinas kabupaten/kota, SMA/SMK ada di dinas provinsi, selama ini relatif Kemendikbud menyerahkan sepenuhnya," kata Huda.

Huda menyatakan sekolah harus memiliki kemitraan yang erat dengan Kemendikbud. Sehingga, bisa mengadu secara langsung mengenai permasalahan yang dihadapi, termasuk terkait bullying. Karena itu, kata dia, Kemendikbud harus membuat Satgas Khusus Anti-bullying di sekolah.

"Selama ini kan Kemendikbud sudah menetapkan 3 dosa besar itu (kekerasan seksual, perundungan/kekerasan, dan intoleransi, red), tapi kira-kira masin on paper, bagaimana itu bisa terimplementasi dengan baik, saya kira Kemendikbud harus secara sungguh-sungguh bikin satgas khusus yang semangatnya adalah proaktif kepada sekolah-sekolah di seluruh Indonesia," ucap dia.

"Dengan cara itu saya meyakini selama ini yang mungkin ada beberapa sekolah yang menutup-nutupi secara perlahan akan bisa membuka, akan bisa menyampaikan secara jujur apa yang sedang terjadi di sekolahnya," timpalnya.

Huda menyebut Kemendikbud bisa melibatkan instansi atau unit tugas yang ada di bawahnya untuk menjalankan satgas itu. Menurutnya permasalahan bullying ini tidak bisa diserahkan begitu saja ke sekolah dan dinas pendidikan.

"Selama ini kan regulasi menyerahkan kepada sekolah, sekolah harus ini, ini, ini, ketika ada persoalan langsung didorong menjadi bagian dari kewenangan APH. Saya membayangkan Kemendikbud mengambil ruang tengah yang sifatnya adalah menjembatani dan menciptakan trust sekolah-sekolah ketika ingin mengungkapkan berbagai kasus bullying itu," tutur dia.

Huda kembali menekankan kasus perundungan di sekolah sudah darurat. Dia mengaku prihatin akan hal itu.

"Ini sudah darurat, saya sudah lama sebenarnya prihatin menyangkut soal ini, jadi bahkan statusnya di mata saya sudah darurat kekerasan di sekolah, darurat bullying di sekolah, sebelumnya di Bekasi, kaki pelajar kita harus diamputasi ketika ada kejadian kekerasan dan seterusnya itu," katanya.

Huda mengatakan kasus bullying di sekolah akan dibahas Komisi X DPR. Komisi X bahkan akan mengagendakan rapat pekan ini.

"Kami rencana minggu ini akan mengundang Kemendikbud termasuk saya kira akan menjadi salah satu topik bahasan nanti. Raker nanti ngundang Mas Menteri langsung," tegasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaruh harapan besar kepada seluruh guru di Indonesia untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman. Hal ini menyusul maraknya kasus bullying siswa di sekolah-sekolah.

"Dan saya menaruh harapan besar kepada bapak ibu guru untuk menjadi ujung tombak, menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman, menciptakan lingkungan sekolah yang aman bagi anak-anak kita," kata Jokowi dalam sambutannya di Kongres XXIII PGRI.sinpo

Komentar: