Putusan MK: Jaksa Agung Tak Boleh dari Pengurus Parpol

Laporan: Tio Pirnando
Kamis, 29 Februari 2024 | 20:49 WIB
Gedung MK (SinPo.id/Mk)
Gedung MK (SinPo.id/Mk)

SinPo.id - Mahkamah Konstitusi (MK) melarang pengurus partai politik menjadi Jaksa Agung. Hal ini disampaikan MK dalam putusan terkait pengujian Undang-undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Gugatan ini diajukan oleh pemohon Jovi Andrea Bachtiar dalam gugatan nomor 6/PUU-XXII/2024.

Dalam putusannya, MK menyebut pengurus parpol yang akan menjadi Jaksa Agung harus terlebih dahulu berhenti dari kepengurusan sekurang-kurangnya 5 tahun.

"Untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a sampai dengan huruf f termasuk syarat bukan merupakan pengurus partai politik kecuali telah berhenti sebagai pengurus partai politik sekurangkurangnya 5 (lima) tahun sebelum diangkat sebagai Jaksa Agung," ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan Amar Putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis, 29 Februari 2024.

Dalam pertimbangannya, MK menilai, pengurus parpol merupakan orang yang memiliki keterikatan mendalam dengan partai. Sehingga, berpotensi timbulnya konflik kepentingan.

Sehingga, syarat untuk sudah keluar selama lima tahun dari partai politik sebelum diangkat menjadi Jaksa Agung, cukup diberlakukan bagi calon Jaksa Agung yang sebelumnya merupakan pengurus partai politik.

Karena, berdasarkan penalaran yang wajar, pengurus partai politik tersebut potensial memiliki konflik kepentingan ketika diangkat menjadi Jaksa Agung tanpa dibatasi oleh waktu yang cukup untuk terputus dari afiliasi dengan partai politik yang dinaunginya.

"Dalil Pemohon terkait dengan ketentuan norma Pasal 20 UU Kejaksaan adalah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat adalah dalil yang dapat dibenarkan," kata Hakim Saldi Isra.

"Namun, sepanjang berkenaan dengan batas waktu sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun untuk seorang calon Jaksa Agung telah keluar dari keanggotaan partai politik, baik mengundurkan diri maupun diberhentikan, Mahkamah tidak dapat memenuhi karena telah ternyata terdapat perbedaan tugas, fungsi, dan kewenangan antara pengurus partai politik dan anggota partai politik yang dapat menunjukkan derajat keterikatan hubungan dengan partainya," tambahnya.

Dalam putusan ini terdapat alasan berbeda atau concurring opinion dari Hakim Konstitusi Arsul Sani. Serta terdapat pendapat berbeda atau dissenting opinion dari dua orang Hakim Konstitusi yaitu Hakim Konstitusi Anwar Usman serta Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh.

Arsul Sani memaparkan perbedaan pengurus dan anggota parpol. Hal ini diperlukan agar meminimalkan pemahaman yang berbeda terkait amar putusan.

"Yang dimaksud dengan pengurus parpol adalah orang atau kumpulan orang yang berada dalam rumpun fungsi, tugas dan kewenangan kepengurusan atau eksekutif parpol yang mencakup setidaknya perencanaan (planning), pelaksanaan (executing), dan evaluasi (evaluating) program kerja yang luas, serta menjadi representasi parpol baik ke dalam maupun ke luar internal parpol," kata Hakim Arsul Sani.

Sedangkan hakim Anwar Usman dan Hakim Daniel Yusmic P Foekh menilai, permohonan tersebut seharusnya ditolak. Alasannya, UU Kejaksaan telah menjamin kekuasaan di bidang penuntutan secara independen.

Karena itu, orang yang diangkat sebagai Jaksa Agung tidak hanya mundur sebagai pengurus, tapi juga dari keanggotaan partai.

"Dalam pelaksanaan penuntutan harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun. Oleh karena itu, sebagai konsekuensinya manakala seorang diangkat oleh Presiden menjadi Jaksa Agung seharusnya yang bersangkutan tidak saja mundur sebagai pengurus partai tetapi juga mundur dari keanggotaan partai politik," tuturnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI