Tak Ada Aturan yang Dilanggar Bila Presiden Mendukung Capres Manapun

Laporan: Tri Setyo Nugroho
Rabu, 24 Januari 2024 | 14:26 WIB
Waketum Partai Gerindra Habiburokhman (SinPo.id/ Galuh Ratnatika)
Waketum Partai Gerindra Habiburokhman (SinPo.id/ Galuh Ratnatika)

SinPo.id - Narasi Presiden Joko Widodo yang melakukan perbuatan tercela lantaran terkesan mendukung Prabowo kembali muncul. Hal ini tentu dapat menggiring opini dan menimbulkan salah paham di masyarakat.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menegaskan narasi tersebut sesat, karena secara prinsip dan etik tidak ada yang salah juga tidak ada  satu ketentuan hukum pun yang dilanggar, jika Presiden Jokowi mendukung salah satu calon dalam Pilpres. Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 mengatur bahwa setiap orang berhak untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.

"Narasi sesat dibangun berdasarkan logika yang sesat, bahwa jika Presiden tidak boleh berpihak karena bisa menggunakan kekuasan untuk menguntungkan pihak yang didukung. Logika tersebut runtuh sejak awal karena  Pasal 7 konstitusi kitab bahkan mengatur seorang Presiden bisa maju kedua kalinya dan tetap menjabat sebagai Presiden incumbent," ujar Habiburokhman dalam keterangannya, Rabu, 24 Januari 2024.

Poinnya, kata Habiburokhman, Presiden boleh mendukung salah satu calon atau bahkan boleh maju kedua kalinya saat berstatus Presiden. Yang paling penting, jangan menggunakan kekuasaan untuk menguntungkan dirinya. 

"Praktik yang sama juga dilakukan di Amerika Serikat, seorang Presiden incumbent boleh mendukung dan bahkan berkampanye untuk salah satu calon Presiden periode berikutnya. Tahun 2008 Presiden George W Bush mendukung John McCain melawan BArrack Obama, tahun 2016 giliran Obama mendukung Hillary Clinton yang bertarung melawan Donald Trump," jelasnya.

Indonesia, kata Habiburokhman, sudah memiliki aturan yang ketat untuk mencegah presiden menggunakan kekuasaan untuk menguntungkan dirinya atau calon yang didukung. Ketentuan tersebut adalah  Pasal 306 UU Nomor 7 tahun 2017 yang secara umum mengatur pemerintah tidak boleh membuat kebijakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

"Serta Pasal 547 yang mengatur setiap pejabat negara yang membuat kebijakan yang merugikan atau menguntungkan salah satu pasangan calon diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tahun," kata dia

Untuk menegakkan aturan tersebut, lanjut Habiburokhman, Indonesia punya penyelenggara Pemilu di bidang pengawasan yakni Bawaslu. Lembaga tersebut bertugas mengawasi kinerja Bawaslu kita punya Dewan Kehoratan Penyelenggara Pemilu (DKPP). 

"Intinya kita tidak perlu khawatir apabila Presiden menggunakan haknya untuk mendukung salah satu Paslon karena ada aturan berlapis yang jelas dan ada lembaga penegak hukum yang jelas untuk memastikan tidak terjadinya penyalahgunaan kekuasaan," tukasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI