Fitnah Prabowo, TKN Bakal Laporkan Koran Achtung ke Polisi

Laporan: Juven Martua Sitompul
Jumat, 12 Januari 2024 | 19:58 WIB
Wakil Komandan Echo (Hukum dan Advokasi) Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman (SinPo.id/ Sigit Nuryadin)
Wakil Komandan Echo (Hukum dan Advokasi) Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman (SinPo.id/ Sigit Nuryadin)

SinPo.id - Wakil Komandan Echo (Hukum dan Advokasi) Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman, mengatakan timnya mempertimbangkan melaporkan Koran Achtung ke polisi. Pelaporan dilakukan karena koran tersebut telah memfitnah capres nomor urut 2 Prabowo Subianto.

"Kami sementara memantau dulu dalam satu-dua hari, setelah mengompilasi, mengumpulkan semua bukti, baru kami akan melaporkan secara resmi. Lapor ke mana? Ke Bareskrim karena ini murni pidana, enggak ada kaitannya dengan pemilu, dalam konteks penegakan hukumnya, ini murni pidana," kata Habib saat konferensi pers di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta Selatan, Jumat, 12 Januari 2024.

Dia mengatakan pihaknya telah mendapat laporan dari masyarakat jika koran tersebut memuat tulisan bertajuk 'Inilah Penculik Aktivis 1998' di laman utamanya. Bahkan lengkap dengan foto wajah Prabowo.

"Isinya confirmed (terkonfirmasi, red) fitnah. Misalnya, 'Inilah Penculik Aktivis 98', 'Inilah Korbannya', ini gambar Prabowo, teman-teman. Foto Pak Prabowo difitnah sebagai penculik," ujar Habib.

Dia mengatakan koran tersebut beredar dalam beberapa hari belakangan di kota-kota besar, seperti Jakarta, Jawa Barat, Lampung, Riau, Aceh, dan Sumatra Utara (Sumut). Menurutnya, kemunculan koran itu adalah salah satu indikasi upaya menggagalkan Pemilu 2024.

Kendati begitu, Habib mengaku pihaknya belum bisa mengidentifikasi pembuat dan penyebar koran tersebut.

"Terduga pelaku wallahualam, tidak tahu, tidak diketahui dalam lidik, nah itu bahasanya kalau kepolisian," ujarnya.

Terlepas dari itu, Habib mengeklaim isi koran tersebut adalah fitnah karena Prabowo bukanlah pelaku penculikan terhadap aktivis. Dia menyebut setidaknya ada empat fakta hukum yang menguatkan hal itu.

Pertama, tidak ada satu pun keterangan saksi dalam persidangan Tim Mawar yang menyebutkan adanya perintah atau arahan Prabowo untuk melakukan penculikan.

Kedua, keputusan Dewan Kehormatan Perwira dengan terperiksa Letjen (Purn) Prabowo Subianto, bukanlah merupakan putusan pengadilan dan bukan keputusan lembaga setengah peradilan.

"Itu sifat putusannya pun hanyalah rekomendasi," ujarnya.

Ketiga, keputusan Presiden B.J. Habibie yang memberhentikan Prabowo secara hormat dengan menghargai jasa-jasa dan pengabdian Prabowo selama bertugas di TNI.

"Terakhir yang terpenting menurut saya adalah sudah lebih dari 16 tahun sejak tahun 2006, Komnas HAM tidak pernah bisa melengkapi hasil penyelidikan perkara pelanggaran HAM berat, penculikan aktivis yang dinyatakan kurang lengkap oleh Kejaksaan Agung. Padahal, menurut ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 (tentang Pengadilan HAM), waktu Komnas HAM untuk melengkapi hasil penyelidikan tersebut hanyalah 30 hari," katanya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI