Ternyata Inilah yang Membuat Fraksi PPP Walk Out dalam Pengambilan Keputusan terkait UU MD3
Jakarta, sinpo.id - Sampai detik ini, kita semua tahu bahwa Presiden Joko Widodo belum menandatangani UU MD3, hal ini menunjukkan Presiden mendengar dan memahami ada keresahan di masyarakat terkait UU ini.
“Resah karena terdapat pasal yang kontroversial. Baik dari sisi teknis maupun substansi. Secara substansi banyak terjadi penolakan di masyarakat,” ucap Arwani Thomafi selaku Ketua Fraksi PPP MPR RI kepada sinpo.id melalui keterangan tertulisnya, Kamis (15/3/2018).
Ada pula dari sisi redaksional, muncul pertanyaaan dari publik terkait pasal 427A. Apa yang dimaksud dengan redaksi ‘Partai yang memperoleh SUARA terbanyak di DPR dalam Pemilu 2014?’.
Apakah redaksi tersebut sama juga bermakna ‘Partai yang memperoleh KURSI terbanyak di DPR dalam Pemilu 2014?’ Dua kata itu berbeda, alias tidak sama antara SUARA dan KURSI.
Kalau pasal 427A itu dimaknai sebagai SUARA partai politik di DPR dalam Pemilu 2014, maka menurut KPU urutan pertama, ketiga dan keenam adalah PDI Perjuangan, Gerindra dan PAN.
“Tapi, jika kata SUARA di pasal 427A itu ‘harus’ dimaknai sebagai perolehan KURSI partai politik di DPR dalam Pemilu 2014, maka benarlah pernyataan Ketua MPR selama ini di media,” ungkapnya.
Di atas semua itu, fakta tersebut menunjukkan adanya ketidakcermatan perumusan norma dalam perubahan UU MD3.
“Itulah kenapa sejak awal Fraksi PPP mengingatkan soal konstitusionalitas rumusan pasal yang keluar dari framing konstitusi. Hal itu pula yang mendasari sikap politik Fraksi PPP yang walk out saat pengambilan keputusan tingkat II di Sidang Paripurna DPR pada tanggal 12 Februari 2018 lalu,” tandasnya.

