Anis Matta: Kita Harus Punya Kedewasaan dalam Kesadaran Berbangsa

Laporan: Juven Martua Sitompul
Kamis, 21 Desember 2023 | 13:56 WIB
Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta bersama mantan Menteri Pertahanan RI Agum Gumelar. (SinPo.id/Dok. Partai Gelora)
Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta bersama mantan Menteri Pertahanan RI Agum Gumelar. (SinPo.id/Dok. Partai Gelora)

SinPo.id - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menyoroti dua isu penting yang kerap muncul di tiap gelaran pemilu. Kedua isu itu ialah keumatan dan kebangsaan yang selalu dipertentangkan.

Meski situasi sekarang dirasa jauh lebih tenang dan lebih kondusif, namun kondisi Pilpres 2024 tetap ada bibit ketegangan yang bisa mengancam disintegrasi bangsa.

"Sebenarnya semangat kebangsaan dan keumatan ini tidak perlu kita polarisasi. Kita bisa menyatukannya, kalau kita punya kedewasaan kesadaran berbangsa," kata Anis Matta di Jakarta pada Kamis, 21 Desember 2023.

Menurutnya, dibutuhkan peran para tokoh sesepuh bangsa untuk memposisikan diri sebagai pemersatu bangsa. Sebab, peran tokoh itu untuk memastikan bagaimana bangsa ini agar on the track.

Hal ini, kata dia, menjadi kata kunci dalam kesatuan dan keutuhan sebagai bangsa. Anis Matta menilai pembelahan di kanan, kiri, dan tengah merupakan warisan politik jauh sebelum Indonesia merdeka. 

"Warisan pembelahan ini diperkuat lagi di zaman Orde Baru, karena partai-partai kanan dilebur menjadi satu, PPP. Sedangkan yang kiri dilebur menjadi PDIP, dan tengah ada Golkar," katanya.

Dia mengatakan persoalan fundamental yang harus diselesaikan dalam jangka menengah dan jangka panjang terkait pembelahan adalah masalah polarisasi politik. Dia menilai polarisasi terjadi pada dasarnya karena tingkat pendidikan masyarakat yang relatif rendah.

"Tapi kalau kita lihat dalam masyarakat yang berpendidikan tinggi, rata-rata masyarakatnya lebih toleran, karena mungkin orangnya lebih sejahtera," katanya.

Karena itu, Anis Matta menuturkan masalah pendidikan dan kesejahteraan menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Terutama, agar dapat memiliki masyarakat yang berpengetahuan dan sejahtera penduduknya secara ekonomi.

"Kalau kualitas masyarakat ada pada sisi pendidikan dan sisi kesejahteraannya sudah kita perbaiki, mungkin masyarakat tidak akan terlalu gampang lagi dipolarisasi dan akan mengedepankan semangat kebangsaan," katanya.

Selain itu, dia memberikan catatan mengenai perbaikan sistem pemilu yang bisa menyerap identitas atau keragaman di masyarakat, misalkan dengan menghilangkan threshold atau ambang batas

"Dengan perbaikan sistem ini, supaya energi kita semuanya tersalurkan, semua orang puas dengan pilihan-pilihanya, walaupun tidak akan mencapai tujuannya. Tapi paling tidak akan menjaga kita semua sebagai bangsa," katanya.

Catatan lainnya adalah mengenai perdebatan soal batas usia capres atau cawapres 35 tahun. Hal ini perlu menjadi diskursus dan bahasan ke depan, dimana apa yang sebenarnya menjadi dasar penetapan batas usia tersebut.

"Menarik juga kalau kita bongkar, karena di dalam Islam hanya dikenal soal batas usia, sebelum baligh dan setelah baligh. Begitu orang mencapai baligh, dia punya hak seluruhnya. Kalau di kita gampangnya sudah 17 tahun, itu sudah punya hak memilih dan dipilih. Ini masalah filosofi yang harus kita bahas," katanya.sinpo

Komentar: