Ganjar-Mahfud Diminta Klarifikasi Soal Konsep Petugas Parpol dalam Debat Capres-Cawapres

Laporan: Galuh Ratnatika
Selasa, 12 Desember 2023 | 14:08 WIB
Haris Rusly Moti (tengah berkaus putih) (Sinpo.id)
Haris Rusly Moti (tengah berkaus putih) (Sinpo.id)

SinPo.id -  Eksponen gerakan mahasiswa 1998 Yogyakarta, Haris Rusly Moti, meminta agar pasangan Capres Ganjar Pranowo dan Cawapres Mahfud MD untuk mengklarifikasi mengenai konsep yang menempatkan Presiden sebagai petugas partai tersebut, dalam debat perdana di KPU nanti malam.

Menurutnya, presiden yang telah dipilih langsung oleh rakyat, dilantik dan diambil sumpah oleh negara untuk menjalankan seluruh peraturan perundang-undangan negara, maka seluruh ornamen sosial dan politik yang melekat di dalam dirinya, seperti Parpol, suku dan golongan akan hilang dengan sendirinya.

"Presiden harus berdiri di atas seluruh Parpol, suku, agama, golongan, dan sebagainya. Presiden dapat saja divonis melanggar konstitusi, jika sang Presiden menempatkan diri atau dijadikan sebagai petugas-nya Parpol," kata Haris dalam keterangan tertulisnya, Selasa 12 Desember 2023.

"Dan menempatkan Presiden sebagai petugas partai adalah kudeta terhadap konstitusi dan sabotase terhadap azas kedaulatan rakyat yang diatur di dalam konstitusi UUD Negara Republik Indonesia," sambungnya.

Ia menegaskan bahwa konsep para pendiri bangsa ini jauh lebih mulia jika dibandingkan dengan konsep Presiden sebagai petugas partai, yang mengkerdilkan institusi Kepresidenan.

Pasalnya, konsep Presiden petugas partai hanya ada di sejumlah negara yang menganut sistem satu partai, seperti di negara negara komunis, atau negara fasis. Teori dasarnya adalah negara sebagai alat bagi kelas yang berkuasa, dan di negara kapitalis, negara dinilai sebagai alatnya kelas borjuis.

Sedangkan di negara komunis, supremasi politik diambilalih oleh Partai kelas pekerja, yang menempatkan negara sebagai alatnya kelas pekerja. Kemudian hukum tertinggi adalah hukum yang dibuat oleh Kongres Rakyat yang dibuat partai kelas pekerja.

"Bisa dibayangkan dampaknya jika di negara Indonesia, yang tidak menganut konsep satu partai, menganut sistem pemilihan langsung Presiden, tapi menempatkan Presiden sebagai petugasnya partai," ungkapnya.

Oleh karena itu, kata Haris, apabila Presiden menerapkan konsep sebagau petugas Partai, maka otomatis negara adalah alat dari partai tertentu, seluruh pejabat negara dari Presiden, anggota DPR-RI, Gubernur, hingga Bupati atau Wali Kota, dan sebagainya adalah petugas dari partai tertentu.

"Padahal, bukankah seluruh Partai Politik mencantum azas negara di dalam di AD/ARTnya? Bukankah seluruh pejabat negara diambil sumpahnya oleh negara untuk menjalankan peraturan dan perundang undangannya negara? Apakah di dalam konstitusi kita mencantumkan azas Presiden sebagai petugas partai?" tandasnya.sinpo

Komentar: