Tuding Jokowi Intervensi e-KTP, Praktisi Hukum: Pengakuan Agus Rahardjo Bernuansa Politis
SinPo.id - Pernyataan eks Ketua KPK Agus Rahardjo yang menuding adanya intervensi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap penanganan kasus dugaan korupsi e-KTP dinilai bernuansa politis. Kesaksian Agus itu bahkan dianggap tak memiliki fakta hukum.
"Saya melihat tidak ada yang disampaikan oleh mantan Ketua KPK Agus Rahardjo ini yang memiliki fakta hukum," kata praktisi hukum Melissa Anggraini saat dihubungi wartawan, Jakarta, Jumat, 1 Desember 2023.
Melissa berpandangan pengakuan Agus justru lebih kepada adanya kepentingan politik menjelang Pemilu 2024. Apalagi, Agus tak memerinci waktu peristiwa tersebut.
"Ini kan lebih kepada bahasa-bahasa yang kita lihat tensinya bernuansa politik, terlebih lagi disampaikannya pada masa pemilu ini. Dia tidak menjelaskan secara rinci kapan itu kejadiannya. Terus kemudian ada beberapa hal yang terputus dia sampaikan, tidak runut disampaikannya," katanya.
Dia mengigatkan Agus untuk mempertanggungjawabkan tuduhan terhadap Kepala Negara itu. Terlebih, saat kasus e-KTP itu bergulir Jokowi sudah beberapa kali meminta KPK memberangus praktik-praktik rasuah di Tanah Air.
Tak hanya itu, Melissa menduga jika perintah menghentikan yang dimaksud Jokowi adalah kasua surat palsu yang pernah menjerat Agus dan mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Jokowi saat itu meminta kasus Agus dan Saut dihentikan jika memang tak ada bukti konkret.
"Apakah jangan-jangan terkait itu (surat palsu), tetapi dipolitisir seolah-olah ini terkait e-KTP, nah secara faktual kita lihat dalam kasus e-KTP pada akhirnya diproses hukum, disidangkan bahkan sudah ikrah, dan putusannya berat. Dan beberapa kali keterangan Pak Jokowi untuk menindak tegas terkait koruptor dan pejabat negara yang terindikasi melakukan korupsi untuk dihukum berat," katanya.
Oleh karenanya, Melissa menganggap pernyataan Agus kontradiktif dengan apa yang disampaikan Agus. Dia kembali mengingatkan jika Agus punya tanggung jawab moral untuk membuktikan tuduhan tersebut.
"Jadi secara faktualnya kontradiktif dengan apa yang disampaikan. Kalau dia menuding seperti itu tentu dia punya tanggung jawab untuk membuktikannya, karena dia kan orang hukum," katanya.
Melissa juga tak sependapat jika gagalnya intervensi Jokowi terhadap Agus menjadi dalil lahirnya revisi UU KPK. Dia menekankan wacana revisi UU KPK sudah ada sejak sebelum Jokowi menjadi Kepala Negara.
Selain itu, kata Melissa, inisiasi revisi UU KPK adalah DPR. Bahkan, 100 persen anggota dewan di Parlemen menyetujui revisi UU KPK tersebut.
"Jadi warna warni yang di DPR memutuskan secara bulat Revisi UU KPK karena sudah lama, nah inu terlalu tendensius yang disampaikan Pak Agus Rahardjo harus membuktikan tudingannya," tuturnya.
Di sisi lain, Meliissa berpendapat jika kerja KPK di era kepemimpinan Agus cukup lemah. Dia mencontohkan penanganan kasus korupsi e-KTP yang hanya menjerat beberapa nama pihak yang terlibat.
Padahal, pada fakta persidangan sejumlah nama disebut menerima uang haram dari megaproyek tersebut. Namun, KPK di bawah kepemimpinan Agus justru tak pernah menjerat nama-nama yang disebut itu.
"Kan kita tahu sendiri ada nama-nama yang disebut di kasus e-KTP itu, ada Ganjar (Ganjar Pranowo) ada Puan (Puan Maharani), ada segala macam, itu bagaimana tindak lanjutnya gitu," katanya.
Melissa mengingatkan tudingan yang disampaikan Agus cukup serius. Agus harus bertanggung jawab membuktikan tuduhan tersebut dengan bukti-bukti yang konkret.
"Ya tentu (penyebaran berita bohong), karena dilakukannya di depan umum. Dia menuding langsung bahwa ada terjadi intervensi, enggak logis, dia harus membuktikan seperti apa sebenarnya karena terjadinya 7 tahun dan baru hari ini," tegasnya.
Sebelumnya, mantan Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkap cerita soal Presiden Jokowi yang meminta KPK menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menyeret nama mantan Ketua DPR Setya Novanto. Agus menyebut momen itu menjadi salah satu pendorong lahirnya revisi UU KPK. Agus mengatakan saat itu dipanggil sendirian oleh Jokowi ke Istana.
"Saya terus terang pada waktu kasus E-KTP saya dipanggil sendirian, oleh Presiden. Presiden waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno. Saya heran biasanya memanggil itu berlima, ini kok sendirian. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil gitu," kata Agus.