Firli Mencoreng KPK

Laporan: Tim Redaksi
Sabtu, 25 November 2023 | 07:00 WIB
Ilustrasi (SinPo.id/Wawan Wiguna)
Ilustrasi (SinPo.id/Wawan Wiguna)

DPR bersama Pemerintah harusnya memetik pelajaran sebesar-besarnya dari kasus Firli untuk proses seleksi calon pejabat penegak hukum yang terbebas dari kepentingan politik pragmatis sesaat.

SinPo.id -  Ketua KPK Firli Bahuri menjadi tersangka dugaan pemerasan kepada mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.  Penetapan Firli dilakukan penyidik gabungan bersama Bareskrim Polri usai melaksanakan gelar perkara, pada Rabu, 22 November 2023 malam.

"Pada hari Rabu 22 November 2023 sekira pukul 19.00 WIB di ruang gelar perkara krimsus Polda Metro Jaya dilaksanakan gelar perkara dengan hasil ditemukannya bukti yang cukup untuk menetapkan saudara FB selaku Ketua KPK RI sebagai tersangka," ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak.

Polda Metro Jaya mengajukan pencekalan terhadap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri ke luar negeri untuk 20 hari ke depan.

“Untuk kepentingan penyidikan," ujar Ade, Jumat, 24 November 2023.

Tercatat Firli dikenai Pasal 12 huruf e, Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 65 ayat 1 KUHP kepada Firli. Ia terancam pidana seumur hidup. Tim penyidik sebelumnya memeriksa 91 orang saksi dan tujuh orang ahli. Selain itu, sejumlah bukti juga telah disita yang di antaranya 21 telepon seluler, 17 akun surel, empat diskalepas, dua sepeda motor, tiga kartu uang elektronik, satu kunci mobil Toyota Land Cruiser, dan beberapa bukti lainnya. Sedangkan barang bukti berupa uang yang disita sejumlah Rp7,4 miliar dalam pecahan Dolar Singapura dan Amerika Serikat.

Mantan anak buah Firli yang juga pernah menjadi penyidik KPK, Novel Baswedan menilai Firli Bahuri merupakan penjahat besar. Novel mengacu Firli sebagai pimpinan lembaga antikorupsi, justru terjerat kasus korupsi berupa pemerasan atau gratifikasi.

"Bagi saya, Firli ini penjahat besar. Baru pertama kali Pimpinan KPK berbuat korupsi pada level tertinggi, yaitu pemerasan sebagai tindak pidana korupsi," kata Novel.

Menurut Novel, jika seseorang melakukan perbuatan korupsi level tinggi, maka pada level sebelumnya sudah dilewat. Ia berharap Polda Metro Jaya dapat mendalami dugaan korupsi lain oleh Firli. Novel meyakini ada kaitanya dengan Tindak Pidana Pencucian Uang menyertai tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Firli.

Sedangkan penetapaan Firli sebagai tersangka sebagai momentum bersih-bersih komisi antirasuah.

“Karena sejak Firli menjadi Ketua KPK banyak perbuatan tindak pidana korupsi terjadi di KPK. Semua harus diusut tuntas begitu juga bila benar ada Pimpinan KPK lain yang terlibat,” ujar Novel.

Desakkan Mundur

Meski ditetapkan jadi tersangka, Firli Bahuri engan mundur, bahkan masih aktif bertugas seperti biasa di Gedung Merah Putih KPK, tercatat ia masih mengikuti rapat. Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat konferensi pers pada Kamis 23 November 2023. "Masih sangat aktif. Yang bersangkutan (Firli Bahuri) tadi juga ikut rapat, dan yang bersangkutan ada di ruang kerjanya, dan melaksanakan pekerjaan seperti biasa," kata Alexander, Kamis 23 November 2023.

Terkait status Firli, menurut Alexander KPK menunggu surat keputusan dari Presiden Joko Widodo. “Belum juga ada Keppres dari Presiden,"  ujar Alexander menambahkan.

Saat ini, menurut Alexander, pimpinan KPK hanya memastikan proses hukum yang sedang ditangani KPK tetap berjalan seperti biasa, kinerja KPK dalam penanganan kasus korupsi tak berpengaruh dengan penetapan tersangka Firli. “Kita tetap selesaikan perkara-perkara yang kita tangani maupun tahap pengembangan dan penuntutan," ujar Alexander menegaskan.

Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris menyatakan lembaganya mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo agar Firli Bahuri diberhentikan sementara dari jabatan Ketua KPK. Surat akan dikirim Dewas kepada Presiden Jokowi setelah KPK menerima surat resmi dari Polda Metro mengenai penetapan Firli sebagai tersangka.

"Dewas akan menyurati Presiden terkait Pasal 32 ayat (2) UU No.19 Tahun 2019 yang menyatakan bahwa pimpinan KPK yang menjadi tersangka diberhentikan sementara dari jabatannya," kata Syamsuddin.

Status Firli yang masih mejabat di komisi antirasuah itu menimbulkan reaksi di senayan, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, meminta Firli Bahuri berinisiatif mengundurkan diri dari jabatannya karena telah ditetapkan sebagai tersangka. "Seharusnya Pak Firli dgn inisatifnya mengundurkan diri atas status yang sudah diterima, dan mungkin juga terkait Dewas KPK selama ini kan saya agak kritik juga kinerjanya bukan makin baik, tapi makin lemot," kata Sahroni.

Sahroni menilai  status Firli tersangka menunjukkan Dewan pengawas KPK sangat lambat dan tidak memberikan integritas yang kuat terkait problematika yang terjadi di institusi  pemberantas korupsi tersebut. Ia menyarankan KPK perlu dievaluasi untuk memperbaiki kinerja KPK dan mengembalikan kepercayaan masyarakat.

"Saya rasa Dewas KPK juga perlu dievaluasi jangan sampai adanya Dewas bukan memperbaiki kinerja institusi tapi malah menghambat dari proses pengelihatan publik selama ini," ujar Sahroni menegaskan.

Dorongan Firli mundur juga disampaikan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Dalam pernyataannya, Muhammadiyah menyebut kepolisian dan lembaga hukum lainnya agar tidak ragu dalam mengusut tuntas perkara dugaan korupsi yang menjerat Firli dengan cermat dan objektif.

"Mendesak kepada saudara Firli Bahuri untuk segera mundur dari jabatannya sebagai ketua KPK sekaligus sebagai komisioner KPK," kata salah satu Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Bidang Hukum HAM dan Hikmah, Busyro Muqoddas.

Busyro juga mengingatkan Presiden Joko Widodo untuk mengoreksi dan evaluasi pembentukan panitia seleksi calon pimpinan (Capim) lembaga antirsuah. "Panitia Seleksi ke depan dilakukuan dengan transparan, dan mengedepankan peran serta elemen masyarakat sipil," kata Busyro menjelaskan.

Peringatan juga berlaku untuk legislatif agar kasus Firli Bahuri sebagai bahan evaluasi dalam proses rekrutmen, dan penyeleksian para calon pemimpin di KPK di periode mendatang.  Ia mendesak DPR bersama Pemerintah memetik pelajaran sebesar-besarnya dari kasus Firli untuk proses seleksi calon pejabat penegak hukum yang terbebas dari kepentingan politik pragmatis sesaat dan transparan.

Menurut Busyro, praktek korupsi yang selama ini dominan dalam bentuk suap dan gratifikasi semakin meluluhlantakkan sendi-sendi kekuatan negara yang menjauhkan dari kewajiban utamanya yaitu melindungi rakyat dari penderitaan.

"Apalagi praktek suap, gratifikasi dibarengi dengan tindakan ekstra kumuh pemerasan oleh mereka yang sedang mengemban jabatan publik, jelas sekali menampakkan praktek kelakuan manusia nir-adab yang lebih rendah daripada binatang,” ujar Busyro menegaskan.

Rekam jejak Firli, Dugaan Pelanggaran Etik Hingga Gratifikasi

Hasil riset tim Sinpo.id menunjukkan rekam jejak Firli buruk tercatat sejak menjabat menjabat Deputi Penindakan KPK.  Tercatat Firli dinilai melanggar etik berat karena menjemput Wakil Ketua BPK Bahrullah dan auditor utama BPK I Nyoman Waras. Keduanya saksi kasus dana perimbangan yang hendak diperiksa di lobi KPK pada 8 Agustus 2018.

Firli juga diketahui pernah bertemu dengan seorang perempuan yang merupakan petinggi partai politik di sebuah hotel di Jakarta pada 1 November 2018. Saat itu Firli masih menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.

Selain itu Firli bertemu dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat M Zainul Majdi atau akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB) di NTB pada 12 dan 13 Mei 2018.  Secara etik, Firli seharusnya tidak boleh bertemu Zainul Majdi yang saat itu sedang berperkara dugaan kasus korupsi.

Selain sejumlah orang tersebut, pelanggran etik lain dilakukan Firli di antaranya bertemu komisaris PT Pelindo, Timbo Siahaan. Pertemuan itu terjadi saat KPK sedang menyelidiki kasus dugaan korupsi di Pelindo. Saat itu Firli mengaku berbuka puasa bersama tujuh pimpinan media massa.

Firli juga pernah dilaporkan Lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW) ke Bareskrim Polri terkait dugaan gratifikasi terkait penggunaan helikopter untuk perjalanan pribadi pada Juni 2020.

Selain itu Firli diduga pernah menerima gratifikasi dalam bentuk pembayaran penginapan hotel selama dua bulan. Itu diakui saat tes calon pimpinan KPK, ia mengakui pernah menginap di sebuah hotel bersama anaknya dan istrinya pada 24 April hingga 26 Juni. Meski ia membantah uang untuk membayar penginapannya itu berasal dari orang lain.

Rekam jejak Firli itu membuat ia menuai penolakan, saat uji kelayakan sebagai calon pimpinan KPK. Bahkan penolakan tak hanya dari pegiat anti korupsi, namun juga dari internal KPK. Penolakan terus terjadi ketika Firli terpilih jadi ketua KPK.

Kehadiran Firli di lembaga anti rasuah itu dinilai mengancam masa depan pemberantasan korupsi suram. Firli dinilai bukan sosok yang benar-benar bersih dan berintegritas. (*)

 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI