Polemik Jemaah Haji Tanpa Antrean, KPN Minta BPK Audit Kemenag
SinPo.id - Polemik jamaah haji yang berangkat tanpa melalui antrean dalam musim haji 2023 memicu keprihatinan banyak kalangan. Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul, mencurigai dugaan ini sarat kepentingan politik dan beraroma korupsi.
Adib pun meminta agar perkara ini harus segera diperiksa, bahkan dilakukan investigasi khusus oleh BPK RI, agar tidak menjadi polemik dan menjadi terang benderang. Selain itu, menurutnya, hak para calon jemaah haji juga harus dibela oleh negara.
"Kami meminta agar BPK segera lakukan pemeriksaan menyeluruh. Bahkan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) saya kira wajib. Karena besar dugaan banyak jamaah haji yang merasa sangat dirugikan atas kebijakan Menag ini," ujar Adib dalam keterangannya, Rabu, 4 Oktober 2023.
Kata Adib, sebagaimana mengemuka di rapat kerja komisi VIII kemarin, bahwa pada hari terakhir pengisian kuota yaitu pada tanggal 14 Juni 2023 hari, Menag malah membuka pengisian kuota yang tidak berdasarkan nomor urut antrean. Kuota itu diberikan kepada siapa saja yang membayar Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih), kemudian diberikan kuota reguler. Ini diduga ada pelanggaran hukum.
"Sebab kalau kita telaah dalam undang-undang dan peraturan turunannya, ketentuan pemberangkatan jamaah haji telah diatur dalam regulasi yang ketat. Namun apa yang telah dilakukan Menag Yaqut ini diduga melanggar UU no.8/2019, Permenag sendiri, hingga peraturan dirjen," terang Adib.
"Bahkan menurut info, jamaah haji yang khusus diberangkatkan tanpa antrian itu merupakan orang-orang dari kelompok dan tokoh-tokoh tertentu yang diduga akan diberdayakan untuk kepentingan politik di pemilu 2024," sambungnya lagi.
Adib mengeaskan hal ini tentu sangat menyakiti jutaan jamaah haji yang mengantri puluhan tahun.
“Saat ini bahkan ada sekitar 14 daerah yang masa tunggunya di atas 35 tahun di antaranya Kabupaten Bantaeng 46 tahun, Kabupaten Sidrap 44 tahun, Pinrang 42 tahun, Pare-Pare 40 tahun, Makasar 39 tahun, Bontang 38 tahun, dan Janeponto 38 tahun,” urainya.
Selain soal keadilan bagi jamaah, Adib juga meminta BPK menghitung potensi kerugian negara dalam perkara ini.
"Sebab sebenarnya biaya haji saat ini juga disubsidi pemerintah. Subsidi itu diberikan dari pemanfaatan dana haji para jamaah yang menunggu tersebut. Lantas berapa besar subsidi untuk jamaah yang berangkat tanpa antrian ini? Kok bisa diduga dipakai untuk kepentingan tertentu?" tandasnya.