Tim Percepatan Reformasi Hukum Usul Penempatan Polisi di Kementerian/Lembaga Dibatasi
SinPo.id - Tim Percepatan Reformasi Hukum bentukan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pembatasan penempatan polisi di jabatan-jabatan kementerian/lembaga (K/L).
Walau begitu, Tim Percepatan Reformasi Hukum tidak merekomendasikan ada revisi Undang-undang Polri terkait pembatasan penempatan itu, tetapi mereka mengusulkan adanya peraturan presiden (perpres) terkait pembatasan penempatan anggota Polri dalam jabatan di luar Polri sehingga mereka hanya dapat menempati jabatan yang sangat terkait erat dengan tugas pokoknya, misalnya pada kementerian/lembaga bidang polhukam, Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Polri dipastikan menjalankan tugas dan posisi-posisi yang sangat terkait dengan bidang mereka. Itu prinsip dasarnya,” kata Anggota Kelompok Kerja 1 Tim Percepatan Reformasi Hukum Rifqi Sjarief Assegaf menjawab pertanyaan wartawan saat jumpa pers di Kemenko Polhukam, Jakarta pada Jumat, 15 September 2023.
Dalam rencana aksi atas rekomendasinya itu, Tim Percepatan Reformasi Hukum mengusulkan pembentukan perpres terkait itu dapat berproses pada Desember 2023 dan penanggung jawabnya ialah Kemenko Polhukam.
Dalam kesempatan yang sama, Rifqi menilai saat ini ketentuan perundang-undangan yang ada cukup jelas mengatur terkait penempatan itu. Dia tidak melihat ada problem dalam undang-undang terkait ASN atau pun UU Polri.
“Jadi, di level undang-undang sudah tepat, problemnya bagaimana ditafsirkan, apakah di aturan tingkat teknis, atau di kebijakan. Jadi kita lebih banyak main di (aturan) yang lebih rendah, bukan problem undang-undang,” kata Rifqi.
Dalam dokumen hasil rekomendasi, Tim Percepatan Reformasi Hukum menilai saat ini penempatan anggota Polri pada berbagai jabatan sipil di K/L banyak yang tidak terkait dengan tugas pokok dan fungsi Polri.
“Misalnya menjadi sekjen (sekretaris jenderal), irjen (inspektur jenderal) dan dirjen (direktur jenderal)/deputi di K/L, pelaksana kepala daerah serta komisaris di BUMN. Praktik ini bertentangan dengan semangat TAP MPR No. VI/MPR/2000, yang salah satu intinya adalah mengembalikan TNI dan Polri kepada fungsinya, termasuk untuk memastikan berkembangnya demokrasi, dan tidak sejalan dengan berbagai aturan terkait. Praktik ini menerbitkan pula disinsentif bagi ASN lain untuk berkompetisi secara sehat di jabatan-jabatan tersebut,” demikian rekomendasi Tim Percepatan Reformasi Hukum kepada Presiden RI.