Soal Pandemi 2.0, Anggota Komisi IX DPR: Bijak Gunakan Medsos
SinPo.id - Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo menyayangkan beredarnya wacana mengenai Pandemi 2.0 dan isu lockdown pada tahun 2023 di media sosial yang menghebohkan jagat maya. Isu tersebut menjadi ramai diperbincangkan di kalangan masyarakat karena disampaikan oleh seorang praktisi kesehatan.
"Saya sangat menyayangkan karena ini sudah masuk media sosial. Ada juga yang percaya sesuatu yang tidak benar secara ilmiah tapi disampaikan oleh orang yang punya tendensi. Jadi saya kira banyak rakyat yang percaya sehingga membuat bingung masyarakat," ungkap Rahmad Handoyo dalam keterangan tertulis, Selasa 12 September 2023
Diketahui unggahan seorang praktisi makanan kesehatan dan ahli epidemiologi molekuler bernama dr. Tifauzia Tyassuma atau dr.Tifa membuat ramai media sosial. Sebab ia menuliskan bahwa Pandemi 2.0 ternyata dimajukan menjadi 2023, dari yang dijadwalkan tahun 2025
Dokter tersebut juga mengklaim dalam sebulan atau dua bulan Indonesia akan kembali mengalami lockdown. Termasuk juga dengan adanya aturan work from home (WFH), dan penggunaan masker. Hal tersebut buntut polusi udara yang semakin parah dan varian terbaru Covid-19, yakni Eris sudah masuk ke Indonesia.
Rahmad pun mengingatkan agar seseorang bijak dalam bermedia sosial, apalagi yang bersangkutan mempunyai latar belakang akademisi di bidang kesehatan. Sebab dengan latar belakang ilmu kesehatan, praktisi dapat membuat masyarakat percaya dengan informasi yang disampaikannya.
"Untuk itu saran saya bijaklah bermedia sosial bagi siapapun yang berlatar belakang akademis, bergelar apapun yang berlatar belakang akademik, tolong menyampaikan yang akademik juga. Praktisi kesehatan jangan salah dan asal kasih informasi," ungkap Rahmad.
Terlebih, banyak masyarakat yang percaya akan perkataan seseorang dengan latar belakang yang mengerti tentang fenomena Pandemi. Rahmad menilai, informasi yang salah tak hanya menyebabkan keresahan publik tapi juga menimbulkan persepsi buruk terhadap pemerintah.
"Kan tidak semua masyarakat yang membaca di media sosial itu memiliki akademis yang cukup untuk menelaah. Repot kalau menganggap seolah-olah benar kalau pandemi itu direncanakan apalagi bisa dimajukan. Sehingga mendiskreditkan Pemerintah dan mendiskreditkan pihak lain," tuturnya.
Rahmad juga menganggap pernyataan dr.Tifa merupakan hal yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Sebab pandemi merupakan musibah kesehatan yang tidak bisa direncanakan, apalagi dimajukan seperti yang disampaikan sang dokter.
"Meskipun banyak juga yang menertawakan, masa ada sih pandemi direncanakan apalagi dimajukan kayak agenda yang bisa direncanakan aja. Musibah pandemi itu tidak bisa direncanakan, apalagi dimajukan seenaknya sendiri," tegas Rahmad.
Legislator Dapil Jawa Tengah V ini mengingatkan agar semua pihak tidak sembarangan menyampaikan informasi perihal Pandemi sebelum memiliki data yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan. Rahmad juga menyebut pandemi dan lockdown merupakan isu sensitif di mana banyak masyarakat yang hingga saat ini masih berjuang memulihkan perekonomian dan kehidupan sosialnya usai Pandemi Covid-19 berlalu.
"Perlu saya ingatkan informasi yang salah tapi seringkali dan diulang-ulang dalam media sosial bisa menjadi sesuatu yang keliru tapi dianggap benar. Ujungnya adalah rakyat yang menjadi korban karena informasi yang salah, yang rugi adalah kita semua," tegasnya.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah membantah pernyataan dr.Tifa. Apalagi pernyataan dr.Tifa diyakini banyak pihak tidak berbasis sains, alias teori konspirasi belaka. Imbauan dr.Tifa terkait penggunaan sejumlah obat untuk mencegah jatuh sakit seperti ivermectin dan hidrokloroquin juga belum memiliki kajian ilmiah lebih lanjut.
“Pemerintah harus semakin menggencarkan sosialisasi dan edukasi untuk menangkal hoaks semacam ini. Saya juga mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk memilih dan memilah informasi yang dapat dipercaya,” tutup Rahmad