Muhaimin Hengkang, Yenny Datang

Laporan: Martahan Sohuturon
Rabu, 06 September 2023 | 19:57 WIB
Ilustrasi. Yenny Wahid saat bertemu Prabowo Subianto. (SinPo.id/Istimewa)
Ilustrasi. Yenny Wahid saat bertemu Prabowo Subianto. (SinPo.id/Istimewa)

SinPo.id - Masyarakat kita selalu menyuguhkan minuman ketika ada tamu. Salah satu minuman favorit adalah kopi.

'Ngopi' sudah dikenal luas. Sudah menjadi budaya. 'Ngopi' bukan sekadar minum, namun telah menjadi istilah untuk menguraikan berbagai masalah secara santai dan kekeluargaan.

Maka acara 'Ngopi Sore di Kertanegara' ini acara pertemuan dua keluarga yang sudah lama saling mengenal, keluarga Djojohadikoesoemo dengan keluarga Wahid Hasyim.

Tentu saja sembari ngopi akan membicarakan masalah kebangsaan karena baik Pak Prabowo maupun Mbak Yenny Wahid adalah tokoh politik.

Dua keluarga ini memang memiliki kesamaan: sama-sama keluarga pejuang. Pamannya Pak Prabowo Subianto, Letnan Satu Soebianto Djojohadikoesoemo dan Soejono adalah pejuang kemerdekaan.

Mereka gugur dalam Pertempùran Lengkong, 25 Januari 1946. Sementara buyutnya Mbak Yenny Wahid, Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945 mengeluarkan Resolusi Jihad yang kemudian memompa semangat para pemuda dalam pertempuran Surabaya 10 November 1945. 

Oleh karena itu, walaupun berbeda latar belakang, Prabowo dari kalangan militer sementara Mbak Yenny Wahid dari kalangan santri, semangat nasionalis keduanya tak perlu diragukan lagi.

Dalam sejarah bangsa kita, pejuang militer yang santri sangat banyak. Salah satunya Letnan Komarudin.

Selepas PETA ia bergabung dengan laskar Hizbullah. Kisahnya melegenda ketika terjadi pertempuran Serangan Umum 1 Maret 1946. 

Sebagai prajurit ia dikenal mempunyai kesaktian kebal anti peluru. Tak mengherankan kalau ia dengan gagah berani berada di baris depan mempertahankan Yogyakarta yang saat itu menjadi Ibu Kota RI.

Kisah Komarudin sangat dikenal publik ketika dikisahkan dalam film Janur Kuning. Sosoknya yang pemberani menjadi model bagi anak-anak selepas menonton film tersebut. 

Sejak semula hubungan antara serdadu dengan kaum santri sudah terjadi sejak lama. Maka pertemuan Pak Prabowo dengan Mbak Yenny Wahid merupakan pengulangan dari sejarah bangsa ini ketika para prajurit bersama kaum santri berjuang bersama-sama.

Dalam politik, kawan bisa saja datang dan pergi. Dinamika politik hari ini memperlihatkan hal itu. Orang yang sebelumnya dekat bisa saja berkhianat. Setiap perjuangan tidak hanya melahirkan pahlawan tetapi juga pengkhianat. 

Kita ingat Pangeran Diponegoro dikhianati orang dekatnya sendiri. Sejarah juga mencatat Pak Sakera yang gigih melawan Belanda  dikhianati sahabatnya sendiri. Dan, politik hari ini juga masih seperti itu.

Setelah Muhaimin Iskandar pergi, kedatangan Mbak Yenny Wahid merupakan oase bagi Pak Prabowo Subianto. Mbak Yenny Wahid merupakan representasi dari NU kultural yang jumlahnya lebih banyak daripada NU politik (PKB).

Survei menyebutkan pemilih PKB sekitar 7 persen, sementara umat Islam yang menyatakan sebagai NU kurang lebih 50 persen dari jumlah pemilih. Artinya, sebagian besar warga NU tidak memilih PKB. Ini artinya, ceruk NU di luar PKB masih besar.

Selama ini hubungan Pak Prabowo dengan NU juga tidak ada masalah. Pertemuan dengan Mbak Yenny Wahid akan semakin mengeratkan hubungan tersebut. Dalam perpolitik, Mbak Yenny Wahid juga pernah membantu Pak Prabowo dalam kapanye Pemilu 2014. Dengan begitu, hubungan Pak Prabowo dengan Yenny Wahid sudah terajut lama. 

Pertemuan kedua tokoh 'abang dan ijo'/merah dan hijau ini tentu tak lepas dari konteks Pilpres 2024. Pak Prabowo merupakan calon presiden dari Partai Gerindra yang didukung oleh partai-partai lain.

Sebagai 'konco lawas', Mbak Yenny Wahid akan memberikan dukungan kepada Pak Prabowo jika memiliki pasangan yang pas, baik secara visi dan misi, rekam jejak, serta sesuai dengan keinginan mayoritas rakyat.

Oleh karena itu, biar tidak 'kecelek' atau tertipu, tidak perlu 'grusa-grusu'. Harus meneropong  dengan sebaik-baiknya siapa yang akan didukung.

Secara garis besar, Mbak Yenny Wahid segaris dengan visi dan misi Pak Prabowo yang akan melanjutkan program-program Presiden Jokowi. Tantangan ke depan, baik di dalam dan di luar negeri sangat berat. Banyak problem yang harus dipecahkan.

Maka diperlukan persatuan antartokoh bangsa untuk menghadapi semua itu. Oleh karena itu, pertemuan hari ini merupakan batu pondasi untuk membangun persatuan itu. Agar kita semua bersatu, tak peduli warna baju dan warna rambut. Semua merupakan bagian dari Indonesia.

Pertemuan dilakukan pada hari Rabu Kliwon. Pertemuan pada Rabu Kliwon seperti lakune srengenge memberikan terang dan kehidupan bagi semesta. Tentu harapannya pertemuan ini membawa jalan terang bagi kehidupan bangsa Indonesia. 

Tempat pertemuan di Kertanegara merupakan simbol dari perjuangan Raja Singasari itu untuk memperjuangkan kemandirian dan menegakkan kedaulatan agar menjadi bangsa besar.

Sarah Hajar Mahmudah (Aktivis), Aktivis

BERITALAINNYA
BERITATERKINI