Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter RSU Grandmed Deli Serdang, Keluarga Pasien Minta Keadilan

Laporan: Sinpo
Selasa, 29 Agustus 2023 | 13:04 WIB
Ilustrasi (SinPo.id/Pixabay.com)
Ilustrasi (SinPo.id/Pixabay.com)

SinPo.id -  Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir meminta keadilan terkait dugaan pelanggaran disiplin dokter RSU Grandmed Deli Serdang. Tony menyatakan telah mendengarkan dan mempelajari putusan Majelis Kehormatan Dewan Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang memutus tidak terjadi pelanggaran disiplin oleh Dokter di Rumah Sakit Umum Grandmed Deli Serdang, Sumatera Utara.

“Dikarenakan MKDKI tidak mengenal evaluasi dan upaya hukum banding, maka saya sebagai anak dan ahli waris telah menemukan beberapa fakta kejanggalan,” ujar Tony di Jakarta, Selasa 29 Agustus 2023.

Tony akan berkonsultasi dengan kuasa hukum untuk upaya hukum lainnya agar memenuhi rasa keadilan. Sebelumnya ia melaporkan seorang dokter RSU Grandmed Deli Serdang kepada MKDKI yang diduga melanggar disiplin dalam menangani pasien Tiarasi Silalahi, yakni ibu kandung Tony.

Kasus itu bermula pada 30 Juli 2022, ketika pasien Tiarasi Silalahi dibawa ke ruang isolasi Covid-19 RSU Grandmed. Setelah beberapa hari dirawat, pasien Tiarasi tidak mendapatkan visitasi medis atau asuhan yang memadai dari dokter penanggungjawab pasien di RS.

Dokter baru datang visitasi pada 2 Agustus sekitar pukul 20:00 WIB—atau lima jam sebelum pasien meninggal dunia. Padahal disadari sejak pasien masuk RS, pasien telah mengalami keluhan sesak nafas.

“Saat itu, dokter hanya bilang tidak bisa menangani pasien sesak napas dan pasien harus dirujuk,” ujar Tony menambahkan.

Namun sikap oknum dokter tak professional saat pasien membutuhkan Tindakan atau asuhan medis. Hal itu terbukti tidak ada dokter yang datang atau visit.

Hal yang membuat keberatan keluarga pasien adalah dokter menyatakan tidak bisa menangani pasien dan harus segera dirujuk tanpa menjelaskan resiko dari tindakan yang diambil.

Perkataan itu dilontarkan dokter di depan pasien yang membuat kondisi pasien kian menurun. Hal ini tentu tidak laik dilontarkan mengingat kondisi psikologis dari pasien dengan lansia.

Sedangkan dalam amar putusan yang dibacakan 28 Agustus 2023, majelis menyebut alasan dokter untuk merujuk pasien Tiarasi karena ketidaktersedian ventilator di rumah sakit pada saat itu. Namun, Tony menyebut pada saat itu, dokter sama sekali tidak memberikan penjelasan serupa kepada keluarga pasien dan hanya meminta pasien agar segera dirujuk.

“Faktanya, saya tidak pernah mendapat penjelasan dari RSU Grandmed Deli Serdang terkait risiko tindakan medis, alasan harus dirujuk hingga pasien meninggal,’ ujar Tony menegaskan.

Sedangkan ketidaktersediaan alat ventilator yang menjadi alasan pasien untuk dirujuk baru terungkap saat pembacaan putusan.

Kebutuhan ventilator pun cukup dipertanyakan. Mengingat kondisi pasien pada saat itu dengan keluhan sesak napas dengan kesadaran yang cukup baik, sehingga tidak membutuhkan ventilator. Seyogianya ventilator dibutuhkan bagi pasien yang gagal pernafasan.

“Pasien masih bisa berkomunikasi dan bapak saya juga dalam keadaan normal saat itu namun ikut dirujuk. Apakah karena ventilator juga?” katanya.

Tony juga mengkritik sistem peradilan MKDKI yang tidak berjenjang. Seharusnya sistem hukum yang berjenjang mutlak dibutuhkan untuk mengadili perbuatan disiplin kedokteran sebagai upaya mencari keadilan bagi masyarakat yang dirugikan akibat dari pelayanan kesehatan yang buruk.

“Tidak seperti sekarang ini, putusan yang dikeluarkan oleh MKDKI bersifat final dan mengikat yang menurut saya tindakan tersebut berpotensi menjadi diskriminatif,” ujar Tony memepertanyakan.

Tony menduga saat pemeriksaan oleh MKDKI masih memiliki kekurangan alat bukti sehingga tidak memberikan ruang keseimbangan hak antara pengadu dan teradu.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI