Fahri Hamzah Dorong Desain Ulang Sistem Pemilu

Laporan: Juven Martua Sitompul
Sabtu, 26 Agustus 2023 | 11:19 WIB
Waketum Partai Gelora Fahri Hamzah (SinPo.id/ Instagram)
Waketum Partai Gelora Fahri Hamzah (SinPo.id/ Instagram)

SinPo.id - Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mendorong adanya desain ulang sistem pemilu, aturan, dan perangkat pendukung. Sistem sekarang dinilai tidak ideal karena memfasilitasi pertengkaran.

"Orang Amerika dan Eropa saja sudah kewalahan banget soal demokrasi liberal ini, karena terlalu menfasilitasi pertengkaran, semakin enggak efektif," kata Fahri dalam keterangannya, Jakarta, Sabtu, 26 Agustus 2023.

Wakil Ketua DPR Periode 2019-2014 Ini menyatakan pertengkaran-pertengkaran yang tidak ideal itu telah menyebabkan terjadinya politik identitas. Ditambah kehadiran sosial media yang membuat pertengkaran tersebut semakin memanas.

"Akhirnya orang berpikir, kalau demokrasi tidak bisa dipakai lagi untuk mengkonsolidasi kesejahteraan. Justru di negara-negara seperti Rusia, Turki dan Tiongkok, kesejahteraannya bisa terkonsolidasi dengan baik, ada pertumbuhan. Ini mereka sebutnya demokrasi, tapi kita menentangnya karena sirkulasi pemimpin, terutama di eksekutifnya itu yang tidak lancar," ujarnya.

Fahri menilai Indonesia perlu memikirkan desain pemerintahan yang lebih stabil dan tidak perlu lagi mengeksplor konflik di tingkat bawah seperti yang terjadi sekarang.

"Terlalu banyak alasan kita bertengkar dalam politik ini, padahal sama sekali tidak rasional. Ini yang saya gambarkan sebagai anak kecil yang bertengkar terus, perlu orang tua yang punya wibawa untuk menyatukan kembali, karena pertengkarannya banyak yang tidak substantif" kata dia.

Agar tidak ada lagi pertengkaran dan pemilu jauh lebih murah, kata Fahri, masa depan Indonesia sebenarnya ada di Sistem Distrik. Sedangkan jika pemilihan presiden dikembalikan di MPR RI maka bisa menggunakan Sistem Electoral College seperti di Amerika.

"Di Amerika itu bukan pemilihan presiden langsung, negara demokrasi juga, dia pakai electoral college. Harusnya ada dua dapil, kabupaten/kota dan provinsi," katanya.

Menurut dia, untuk sistem distrik ini daerah pemilihan (dapil) kabupaten/kota hanya pemilihan anggota DPR RI termasuk pemilihan presiden. Sehingga, tidak akan memunculkan konflik di tingkat nasional.

"Ini juga yang mendasari kenapa saya setuju Ibu Kota dipindah ke IKN, karena Ibu Kota sekarang terlalu dekat dengan konflik. Saya gara-gara demo Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) didemo pakai parang di Manado. Sebenarnya nggak ada urusan, tapi karena kita terlalu meng-entertaint konflik, sehingga Ibu Kota itu diganggu konflik seperti ini. Karena itu, IKN sudah betul tidak dipimpin dari hasil pilkada agar tidak dekat dengan konflik kekuasaan," kata dia.

Sedangkan provinsi untuk pemilihan DPD RI. Langkah ini diyakini bakal memperkuat kelembagaan DPD di tengah desakan untuk membubarkan.  

"Jadi mendesain ulang sistem pemilu, inilah yang menjaga demokrasi ke depan. Sebab, tidak bisa hanya memperbaiki DPR, demokrasi jadi baik," kata dia.

Selain itu, Fahri menyebut sistem kepartaian saat ini agak keliru dalam melaksanakan demokrasi. Sebab, kekuatan itu ada di pejabat publik, apalagi di dalam presidensial tidak boleh ada institusi yang mengendalikan negara dari belakang layar.

"Diatur-atur dari belakang adalah bentuk terpedo dan kudeta terhadap presiden dalam negara demokrasi. Pejabat publik itu harus transparan, kalau terlalu banyak dapurnya yang tidak kelihatan, itu akan mengganggu pertanggungjawaban. Itu yang tidak boleh kita biarkan ke depan, makanya kita kembalikan sistemnya bahwa yang berdaulat itu, adalah orang yang dipilih oleh rakyat termasuk di DPR," tegasnya.

Dia mengingatkan legislator yang dipilih oleh rakyat tidak boleh memiliki loyalitas ganda selain kepada konstituennya. Dia menegaskan legislator adalah perwakilan rakyat bukan wakil partai sehingga partai politik (parpol) tidak bisa semena-semena melakukan pemberhentian terhadap anggota DPR.  

"Jadi menurut saya, ke depan itu, yang bisa menjamin adalah adanya satu sistem yang lebih stabil dan dinamis. Jangan sampai kita terkunci, kita terjebak seperti Orde Baru. Reformasi parlemen juga perlu dimatangkan lagi, dulu sudah pernah kita serahkan ke Tim DPR dan MPR. Sehingga masing-masing demokrasi harus ditata dan dikelola dengan satu sistem," tegas dia.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI