Bea Masuk Imbalan Biodiesel

Pemerintah Harus Berjuang Keras di WTO Agar Devisa Tak Anjlok

Laporan: Sinpo
Jumat, 25 Agustus 2023 | 14:45 WIB
Sawit bahan baku biodiesel, (SinPo.id/pixabay.com
Sawit bahan baku biodiesel, (SinPo.id/pixabay.com

SinPo.id -  Pemerintah diingatkan harus berjuang keras di World Trade Organization (WTO) untuk melobi Uni Eropa (UE) terkait pengenaan bea masuk imbalan (BMI) biodiesel. Langkah iu sebagai upaya agar devisa negara tak anjlok dan petani sawit tak terpuruk. Pada 15 Agustus 2023 lalu, Indonesia telah mengajukan permohonan konsultasi sengketa ke WTO  terkait pengenaan bea masuk imbalan (BMI) biodiesel oleh UE. 

“Lobi tersebut harus dilakukan secara terukur dan berani karena imbas dari kebijakan itu adalah turunnya devisa ekspor Indonesia dan nasib jutaaan petani yang makin terpuruk,” kata Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia  (LPEM FEB UI), Eugenia Mardanugraha, Jum’at 25 Agustus 2023.

Menurut Eugenia, perjuangan pada perundingan tingkat internasional di WTO harus terus dilakukan dengan mengerahkan seluruh kemampuan lobi terbaik. Apalagi, Uni Eropa UE telah memberlakukan BMI di kisaran 8 hingga 18 persen sejak 2019. Pengenaan BMI itu menimbulkan kerugian serius terhadap industri Indonesia, khususnya setelah perekonomian dunia mulai bergerak pasca pandemi Covid-19.

“Indonesia sendiri menilai proses penyelidikan dan pengenaan BMI tersebut inkonsisten terhadap aturan WTO,” ujar Eugenia menambahkan.

Eugenia juga mengingatkan pentingnya meningkatkan produksi sawit di dalam negeri, sehingga harga biodiesel bisa kompetitif setara harga solar. Selain itu pentingnya melakukan diversifikasi penggunaan sawit sebagai bahan bakar di dalam negeri.

“Penciptaaan  biobensin mungkin bisa menjadi alternatif, sehingga dengan mudah kita mengendalikan suplai biodiesel ke UE,” kata Eugenia menjelaskan.

Jika ini bisa direalisasikan, maka ke depan Indonesia tidak khawatir dengan pembatasan biodiesel ke Eropa karena pasokannya terserap penuh di dalam negeri. Sedangkan hal lainnya yang diperlukan membangun bursa sawit Indonesia yang mapan.

“Selama ini, bursa sawit hanya sebatas retorika saja dan belum terealisasi. Selama Eropa menguasai pasar  derivatif sawit melalui bursa Roterdam, maka keberhasilan Indonesia untuk mengendalikan perdagangan sawit tidak sepenuhnya berhasil,” katanya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI