Vonis Ringan Polisi Pelaku Kekerasan Seksual Dinilai Cederai Keadilan

Laporan: Sinpo
Sabtu, 19 Agustus 2023 | 20:50 WIB
Ilustrasi (SinPo.id/Pixabay.com)
Ilustrasi (SinPo.id/Pixabay.com)

SinPo.id -  Anggota dewan perwakilan rakyat di Senayan menilai Putusan Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya, Kalimantan Tengah, yang memvonis perwira polisi pelaku kekerasan seksual kepada anak, selama dua bulan penjara telah mencederai keadilan. Muncul dorongan agar eksaminasi terhadap hasil putusan tersebut.

“Ini cederai keadilan bagi korban. Saya bisa memaklumi kerisauan dan kekecewaan masyarakat akibat putusan PN Palangka Raya yang menjatuhkan hukuman 2 bulan penjara terhadap oknum polisi yang melakukan kekerasan seksual,” ujar Anggota Komisi III DPR RI, Didik Mukrianto, dikutip dari laman dpr.go.id, Sabtu 19 Agustus 2023, malam.

Tercatat majelis hakim pada persidangan di PN Palangka Raya memutuskan Mahmud bin Hadi Mulyanto bersalah melakukan kekerasan seksual terhadap dua anak di bawah umur. Meski dinyatakan bersalah, oknum polisi berpangkat AKP itu hanya dijatuhi hukum dua bulan penjara dan denda Rp5 juta.

Menurut Didik, putusan hakim tersebut menuai banyak kontroversi di tengah kegelisahan publik terhadap banyaknya kejahatan seksual yang terjadi. Apalagi, kata Didik, pelaku merupakan anggota polisi aktif yang seharusnya mengayomi masyarakat.

“Wajar putusan ini dianggap mencederai rasa keadilan publik, mengingat pelaku kekerasan adalah oknum penegak hukum dan korbannya anak di bawah umur yang di dalam UU TPKS menjadi pemberat hukuman bagi pelaku kekerasan seksual,” ujar Didik menegaskan.

Selain itu, dalam Pasal 15 Ayat (1) UU No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) disebutkan adanya tambahan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual dari beberapa profesi tertentu. Hukumannya bahkan ditambah 1/3 dari ancaman pidana.

Profesi yang dimaksud adalah tenaga kesehatan, tenaga medis, pendidik, tenaga kependidikan, atau tenaga profesional lain yang mendapatkan mandat untuk melakukan penanganan, pelindungan, dan pemulihan korban. Selain itu, aturan ini juga berlaku bagi keluarga hingga pejabat publik.

“Kekerasan seksual merupakan pelanggaran hak asasi manusia, kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan,” kata Didik menjelaskan.

Tindakan pidan aitu menimbulkan dampak luar biasa kepada korban yang meliputi penderitaan fisik, mental, kesehatan, ekonomi, dan sosial hingga politik. Selain itu, kata Didik, dampak kekerasan seksual juga sangat mempengaruhi kehidupan dan masa depan korban dan akan semakin menguat ketika korban merupakan bagian dari masyarakat yang termarginalkan.

“Baik secara ekonomi, sosial, dan politik, atau mereka yang memiliki kebutuhan khusus, seperti Anak dan Penyandang Disabilitas,” katanya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI