Ditanya Soal Penganiayaan Terencana Mario Dandy, Ahli Hukum Fokus di Unsur Ketenangan

Laporan: Sigit Nuryadin
Selasa, 01 Agustus 2023 | 16:51 WIB
Ilustrasi PN Jaksel. (SinPo.id/NTMC Polri)
Ilustrasi PN Jaksel. (SinPo.id/NTMC Polri)

SinPo.id - Pihak terdakwa Mario Dandy menghadirkan saksi A de Charge atau saksi meringankan yang kedua, yakni Ahli Hukum Pidana Jamin Ginting dalam persidangan perkara penganiayaan David Ozora di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 1 Agustus 2023.

Kuasa hukum Mario Dandy, Andreas Nahot meminta penjelasan apakah penganiayaan Mario Dandy termasuk perencanaan ataukah bukan kepada saksi ahli Jamin Ginting. 

Andreas pun mengilustrasikan contoh suatu kejadian dengan 3 orang inisial A, B, dan C, yang mana ketiganya sama-sama ingin bertemu X. Si A merupakan pelaku utama, si B orang diajak, dan si C kekasih si A, yang mengaku dilecehkan oleh si X sehingga mereka merencanakan pertemuan.

"Bisa dibayangkan kondisi emosional si A pacarnya dilecehkan si X, dia bertemu tujuannya tuk konfirmasi dalam keadaan marah, jadi memang disitu ada waktulah sehingga mereka rencanakan pertemuan," ucap Andreas. 

Menurut Andreas, dalam kondisi emosi  terungkap pula si A melakukan ungkapan berupa umpatan kebencian. Lantas, peristiwa penganiayaan pun terjadi dengan kondisi emosi A yang tinggi dan dilakukan secara impulsif.

"Bagaimana hukum pidana melihat ini, apakah umpatan itu sudah cukup dikatakan sebuah perencanaan atau harus ada perencanaan lebih spesifik?" tanya Andreas.

Jamin menjelaskan, berbicara tentang perbuatan spontan tentu dia melakukan perwujudan suatu perbuatannya dilakukan seketika itu juga, yang mana hal itu berbeda dengan perbuatan perencanaan. Dalam konteks perencanaan, dia sudah mempersiapkan segala sesuatu terkait maksud dan tujuan terwujudnya suatu perbuatan pidana yang dia inginkan.

"Dengan cara dia persiapkan, contohnya alat yang digunakan, waktu, tempat, dan timbulnya kehendak itu, perencanaan itu tak terlaksana tak terlalu cepat gitu," ungkap Jamin. 

Menurut Jamin, dalam konteks perencanaan memang tak ada batasan waktu kapan perencanaan itu harus disusun, misalkan tiga jam, empat jam, satu hari, atau mungkin satu minggu. Bisa saja, kata dia, perencanaan itu sudah tercipta dalam waktu tiga jam, hanya saja yang harus digaris bawahi pelaku sudah memiliki pemikiran antisipasi atas perbuatannya.

"Dia sudah punya pemikiran kalau dia (korban) melakukan ini saya melakukan ini, kalau dia (korban) berbuat ini saya melakukan ini, termasuk di dalam exit situasi, kalau sampai dia (pelaku) harus kabur dia juga punya rencana mengkaburkan diri seperti apa, jadi itu sudah dipersiapkan dengan baik dan tenang," tuturnya. 

Dia memaparkan, dalam konteks perencanaan, saat dia melakukan perbuatannya itu pun tak dilakukan spontan, tidak dilakukan secara terburu-buru atau grasa-grusu. Dalam konteks perencanaan, bisa pula perbuataan perencanaan itu diikuti oleh perbuatan berlanjut yang sifatnya perbuatan spontan. Namun, lanjutnya , dalam konteks perencanaan semuanya dilakukan secara tenang dan matang oleh si pelaku.

"Jadi saya kira apa yang disebut perencanaan semuanya dilakukan dengan tenang, dalam waktu yang tenang, dalam berfikir yang tenang. Makanya, dalam ilustrasi tadi apakah dia dilakukan dengan tenang, sudah tahu apa yang akan dianiaya, bagaimana cara penganiayaannya, siapa yang bagi tugas diantara mereka tuk melakukan penganiayaan dan target penganiayaannya seperti apa, apakah cuma memukul kaki, kepala atau badan saja, atau mengharapkan dia sampai luka berat atau sampai mati, nah itu sebetulnya sudah dipersiapkan secara tenang dan matang," sebut Jamin. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI