Masalah PPDB Selalu Berulang, DPR Nilai Kemendikbudristek Abai
SinPo.id - Anggota Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah menilai persoalan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) merupakan persoalan yang berulang dan dialami sama tiap tahun. Namun, pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) tidak ada niat untuk perbaikan melihatnya.
Karena tidak ada penyelesaian dari PPDB tersebut akhirnya menimbulkan banyak korban. Ia mencontohkan, banyak terjadi akal-akalan agar peserta didik itu mendapatkan hak belajar termasuk mendapatkan sekolah dengan kualitas yang baik. Di sisi lain, ia menekankan, kualitas sekolah belum merata. Sehingga, banyak orang tua siswa yang membuat surat keterangan domisili sementara.
Dampaknya, secara tidak sadar, menimbulkan pendidikan karakter yang tidak baik yang sudah ditanamkan sejak dini.
“Misalnya juga zonasi, ada satu kawasan di wilayah di Ciganjur (Jakarta Selatan) di Dapil saya, justru warga setempat enggak bisa masuk sekolah di daerahnya, malah dari orang luar yang bisa masuk. Kemudian belum lagi yang dari jalur prestasi, harus gugur karena usia, misalnya beda beberapa hari anak-anak yang berprestasi juara 1 juara 2 juara 3 itu akhirnya terpental karena usia,” jelas Himmatul dikutip dari laman Parlementaria, Senin, 17 Juli 2023.
Politisi Fraksi Partai Gerindra ini menambahkan jika persoalan PPDB ini terus berlanjut maka akan merampas hak belajar siswa. Karena, siswa yang telah nyaman belajar sejak di jenjang SD, harus terhenti di jenjang SMP karena terbatas soal usia. “Ini kan artinya merampok belajar mereka, sehingga mereka akhirnya berhenti dan menunggu di tahun berikutnya,” tegasnya.
Karena itu, ia mengusulkan kepada Pemerintah agar pembatasan usia saat PPDB hanya bisa diterapkan saat masuk Sekolah Dasar (SD). Oleh karena, menurutnya, usia masuk SD harus tepat 7 tahun. Jika kurang dari waktu tersebut tidak diperbolehkan karena akan mengurangi usia bermain anak-anak.
Akan tetapi, jika ada murid yang sudah terlanjur masuk sebelum diterapkannya kebijakan tersebut, maka seharusnya tetap diakomodir. Sehingga, tidak tiba-tiba diterapkan begitu saja kebijakan tersebut. Dampaknya, banyak anak-anak SD yang ingin melanjutkan ke SMP atau SMP ke SMA menjadi tidak bisa karena kurangnya usia.
“Artinya apa? ini sudah melanggar hak belajar siswa,” jelasnya.
Karena itu, ia meminta Kemendikbudristek untuk segera membuat kebijakan yang bisa mengafirmasi semua persoalan usia dan zonasi tersebut. Pemerintah diminta jangan hanya mengandalkan hal-hal yang memang sudah ada sebelumnya tapi tidak ada perbaikan apa-apa.
"Kami minta dengan sangat kepada pemerintah agar segera kebijakan ini dirubah ya jangan sampai melanggar hak asasi manusia hak belajar siswa,” pungkasnya.