Pemerintah Diminta Pertegas Status NII Sebagai Teroris
SinPo.id - Pemerintah diminta segera memperjelas status Negara Islam Indonesia (NII). Khususnya memasukkan NII ke Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT).
"Ini menjadi penting sebenarnya. Ada apa dengan Pemerintah? Kok sampai sekarang NII tidak dimasukkan ke DTTOT? Padahal sudah banyak bukti penangkapan dan juga jaringan mereka masih hidup sampai sekarang dengan berbagai metamorfosisnya," kata Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi (Gus Islah) dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat, 14 Juli 2023.
Tenaga Ahli Direktorat Pencegahan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri itu menyebut organisasi-organisasi dalam jubah yang sama dengan NII juga seharusnya masuk dalam DTTOT.
"Kita tidak bisa pungkiri bahwa organisasi-organisasi teror yang ada di Indonesia, hari ini, semuanya berawal dari rahim yang sama, yaitu dari NII versinya Kartosoewirjo," ujar dia.
Dia berpesan supaya aparat penegak hukum tidak terkecoh dengan segala pernyataan yang dikemukakan Pemimpin Pondok Pesantren Al-Zaytun Panji Gumilang. Menurut dia, perlu penelitian lebih lanjut tentang kegiatan apa saja yang dibuat Panji Gumilang selama memimpin Al-Zaytun.
"Kalau saya pribadi, begini, Panji Gumilang ini bisa saja dia mengaku Pancasilais, tapi sebenarnya dia itu masih melakukan proses konsolidasi setiap tanggal 1 Muharram di Al-Zaytun, yang mendatangkan ribuan orang dari luar Al-Zaytun untuk proses-proses konsolidasi," kata dia.
Gus Islah juga menyebut tidak ada masalah terkait perbedaan fikih yang terjadi di Al-Zaytun tersebut. Dalam islam sendiri, kata dia, sejarah-sejarah terbentuknya berbagai sekte, firqoh, atau ajaran yang berbeda itu memang sudah terjadi sejak ratusan tahun lalu.
"Di Indonesia juga antarorganisasi saja bisa berbeda pandangan fikihnya," ucapnya.
Gus Islah mengatakan bahwa fikih Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) juga berbeda, ditambah dengan Al Irsyad dan lain sebagainya. Itu adalah berbagai khilafiyah yang lazim terjadi. Perbedaan sejatinya akan terus ada dan tidak boleh dikekang.
"Yang harus kita hindari adalah pemahaman takfir atau mengkafirkan sesama yang cenderung menghegemoni dan melakukan klaim kebenaran atas nama diri dan kelompoknya," ujar Gus Islah.