Bawaslu Akui Kesulitan Menindak Pelaku Mahar Politik
SinPo.id - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengaku sulit menindak pelaku praktik mahar politik yang cenderung transaksional. Bawaslu mengacu Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang tak mengatur sanksinya.
"Dalam dimensi UU Pemilu, terdapat kesulitan bagi Bawaslu menindak pelaku mahar politik, sebab UU Pemilu hanya memberikan norma larangan namun tidak mengatur sanksi," ujar Komisioner Bawaslu RI Puadi, dalam keterangannya dikutip Sabtu, 8 Juli 2023.
Menurut Puadi, mahar politik berbeda dengan politik uang alias jual-beli suara (vote buying) yang ketentuan sanksinya tegas diatur. Mahar politik dan politik uang memiliki klasifikasi yang berbeda. Dia menjelaskan, mahar politik adalah imbalan yang diterima oleh partai politik, pada proses pencalonan presiden-wakil presiden, dan legislatif.
Sedangkan Politik uang adalah perbuatan memberikan, dan menjanjikan materi lainya kepada pemilih untuk mempengaruhi hak pilih pemilih tersebut.
"Kedua perbuatan ini merupakan fenomena yang kerap ditemui dalam pemilu,” ujar Puadi menjelaskan.
Ia mengungkapkan, ketentuan sanksi soal mahar politik justru lebih tegas diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dalam Pasal 187B UU Pilkada, diancam pidana paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan, dan denda antara 300 juta hingga 1 miliar rupiah.
"Sikap Bawaslu terhadap praktik mahar politik dan politik uang sangat jelas, yaitu melalui mekanisme pencegahan dan penindakan," katanya.
Pernyataaan Puadi itu sebagai respon Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengingatkan adanya dugaan jual beli pencalonan Presiden pada Pemilu 2024.