Hadapi Dampak Perubahan Iklim, Berikut Sejumlah Upaya Pemerintah
SinPo.id - Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi, mengatakan pemerintah berupaya meminimalisir dampak perubahan iklim dan El Nino terhadap ketahanan pangan nasional. Menurut dia, upaya yang dilakukan dengan cara menyinergikan program kesiapsiagaan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
“Langkah pertama yang secara konsisten kita kerjakan bersama teman-teman di daerah adalah melakukan identifikasi dan konsolidasi kondisi pangan wilayah. Agar mengetahui kondisi pangan wilayah secara tepat dan akurat, kita dorong pengintegrasian data neraca pangan daerah dengan pusat di dalam satu sistem dashboard yang bisa di lihat secara real time. Ini sangat penting karena menjadi dasar pengambilan kebijakan yang valid dan dapat mempercepat intervensi stabilisasi stok di daerah defisit,” ujarnya.
Pernyataan itu disampaikan saat bicara dalam Focus Group Discussion (FGD) Strategi dan Antisipasi Dampak El Nino Terhadap Ketahanan Pangan yang digelar Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia, di Bogor pada Kamis 6 Juli 2023.
Menurutnya, program kesiapsiagaan pangan untuk mengantisipasi krisis pangan tersebut sedikitnya berisi 6 strategi yang akan didorong dan diperkuat implementasinya bersama pemerintah daerah serta stakeholder pangan lainnya.
Selanjutnya, Arief menyampaikan, dari sisi penganekaragaman konsumsi pangan, pihaknya terus mendorong dinas urusan pangan daerah di seluruh provinsi dan kabupaten/kota menggali potensi pangan lokal di wilayah masing-masing. “Pemanfaatan dan pengembangan potensi pangan lokal dapat mengurangi ketergantungan terhadap pasokan pangan dari luar, sehingga dapat memperkuat ketahanan pangan daerah,” jelasnya.
Selain itu, langkah kesiapsiagaan juga dilakukan dengan pemetaan dan pendataan para Champion atau produsen pangan wilayah yang bisa dilibatkan untuk menjaga rantai pasok pangan di daerah. “Kita dorong masing-masing daerah mulai memetakan dan menyiapkan champion-nya yang terdiri dari para produsen dan pelaku usaha. Bisa dari kelompok BUMD atau privat sector, seperti koperasi, UMKM, dan badan usaha lainnya,” papar Arief.
Arief juga menyampaikan, NFA akan terus merangkul pemerintah daerah dalam program-program yang rutin diinisiasi dari pusat, seperti penyaluran bantuan pangan, Gerakan Pangan Murah (GPM), dan Fasilitasi Distribusi Pangan (FDP). “Kita masih akan terus menggenjot pelaksanaan bantuan pangan, operasi pasar GPM, dan FDP. Pasalnya, program tersebut efektif meningkatkan daya beli masyarakat, sekaligus sebagai instrument untuk menjaga kewajaran harga pangan di tingkat produsen, pedagang, dan konsumen,” tambahnya.
Untuk bantuan pangan, Arief mengatakan, saat ini NFA telah mengusulkan untuk dilakukan penyaluran bantuan pangan beras tambahan di tahun ini, dengan jenis dan jumlah bantuan sama dengan periode sebelumnya, yaitu masing-masing Kelompok Penerima Manfaat (KPM) 10 kg beras per bulan, dengan durasi selama 3 bulan.
“NFA mengusulkan untuk dilakukan penambahan periode penyaluran bantuan pangan beras kepada 21,3 juta KPM. Penghitungan kebutuhan anggaran sudah kita siapkan. Ini bagian dari kesiapsiagaan memastikan masyarakat yang membutuhkan memiliki bantalan untuk pemenuhan kebutuhan pokok dan menjaga daya beli agar inflasi terkendali,” jelasnya.
Selain memastikan akses masyarakat terhadap kebutuhan pokok, ketersediaan sarana dan fasilitas untuk memperpanjang masa simpan produk pangan juga menjadi faktor kunci untuk menjaga ketersediaan pangan. Arief mengatakan, salah satu dampak terbesar el nino terhadap pangan adalah terganggunya produksi dan siklus pola tanam untuk musim tanam berikutnya, sehingga bisa berpengaruh pada ketersediaan pangan.
“Melihat tantangan tersebut, keberadaan fasilitas rantai dingin menjadi penting. Sejak tahun 2022 NFA telah melaksanakan penyaluran 19 fasilitas Cold Chain di 8 Provinsi untuk memperpanjang umur simpan pangan yang terdiri dari 7 Cold Storage, 6 Reefer Container, 3 Air Blast Freezer dan 3 Heat Pump Dryer. Untuk tahun ini sedang kita infentarisir jumlah kebutuhannya,” jelasnya.
Selain 5 strategi tersebut, menurut Arief, langkah lain yang tidak kalah penting adalah optimalisasi anggaran pangan di daerah dengan sebaik mungkin. Untuk mendukung dan menambah anggaran ketahanan pangan daerah, NFA melakukan mekanisme dekonsentrasi anggaran kepada dinas urusan pangan tingkat provinsi sesuai Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 13 Tahun 2023.
“Mekanisme dekonsentrasi ini dilakukan untuk memperkuat kemitraan antara pemerintah pusat dan daerah, juga upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan secara maksimal sesuai kebutuhan dan potensi pangan masing-masing daerah,” ujar Arief.
Lebih lanjut, Arief meyakini, dengan adanya kolaborasi yang baik antara pusat dan daerah serta Kementerian/Lembaga dan para stakeholder pangan, ketahanan pangan di Indonesia akan terjaga baik sehingga menghindarkan dampak serius dari el nino dan perubahan iklim. “Hal tersebut sesuai arahan Bapak Presiden yang menekankan pentingnya kolaborasi untuk memastikan ketersediaan dan keseimbangan harga pangan dari hulu hingga hilir.
Optimisme yang ia sampaikan ditengarai tidak terlepas dari sejumlah indikator ketahanan pangan nasional yang sedang berada dalam kondisi dan kinerja baik, seperti Skor Global Food Security Index (GFSI) Indonesia tahun 2022 menunjukkan kenaikan 6 peringkat dibandingkan tahun 2021, kenaikan paling signifikan pada aspek sumber keberlanjutan (Sustainability) dan Keterjangkauan (Affordability). Selain itu, Nilai Tukar Petani (NTP) pada tahun 2023 mengalami peningkatan dengan angka tertinggi dalam 5 tahun terakhir, di mana semua sub sektor menunjukkan angka di atas 100 yang berarti petani mengalami surplus atau menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan petani semakin baik. Sementara dari aspek keseimbangan konsumsi pangan, skor Pola Pangan Harapan (PPH) Indonesia tahun 2022 berada di angka 92,9 atau melampaui target yang dicanangkan sebesar 92,8 adapun pencapaian ini lebih tinggi dari tahun 2021 yang berada di angka 87,2. Untuk daerah rentan rawan pangan dan gizi, jumlah kabupaten/kota yang sangat rentan pangan (prioritas 1) mengalami penurunan dari 29 menjadi 26 kabupaten/kota, jumlah kabupaten/kota yang rentan pangan (prioritas 2) juga menurun dari 17 menjadi 16. Terkait angka pengentasan stunting, angka prevalensi stunting di Indonesia juga mengalami penurunan, berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting tahun 2022 adalah sebesar 21,6 persen, atau mengalami penurunan sebesar 9,2 persen dalam 4 tahun.
Utusan Khusus Presiden Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan Muhamad Mardiono saat membuka FGD tersebut mengatakan, sangat penting mengkaji dan menerapkan langkah-langkah strategis dan antisipatif untuk menghadapi dampak el nino terhadap ketahanan pangan. Ia mengatakan, hasil kajian dan pembahasan dalam FGD ini akan disampaikan kepada Presiden sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pelaksanaan kebijakan penguatan ketahanan pangan.
Adapun Menurut World Food Programme (WFP), negara dengan kerawanan iklim semakin tinggi cenderung akan menimbulkan kerawanan pangan yang berdampak pada populasi masyarakat dengan gizi kurang (undernourished). Indonesia termasuk wilayah dengan kerawanan iklim medium, sehingga diperlukan awareness dan antisipasi untuk mengurangi potensi krisis pangan.