Cerita Noor Achmad Keluar dari Pegawai Negeri Hingga Mendirikan Perguruan Tinggi

Redaksi
Selasa, 23 Januari 2018 | 16:20 WIB
Foto: Apriawan Akbar
Foto: Apriawan Akbar

Jakarta, sinpo.id - Namanya mungkin tak seterkenal Bambang Soesatyo, Aziz Syamsuddin ataupun politisi Partai Golkar lainnya. Tetapi prinsip hidupnya pantas dijadikan teladan.

Dibesarkan di lingkungan santri, siapa sangka Noor Achmad bisa berada di posisinya sekarang ini, sebagai Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI.

Masa kecil Noor Achmad banyak diisi dengan mempelajari ilmu agama. Mulai dari sekolah berbasis keislaman, lalu diteruskan dengan mengaji di tiap sorenya.

Noor Achmad pun mengaku tak mempunyai hobi yang terlalu spesifik, seperti olah raga ataupun juga musik. Pria asal Kudus ini mengaku menyenangi berorganisasi dan membaca buku.

Fundamental inilah yang ditanamkan Noor Achmad beserta istri untuk kelima anaknya. Walaupun tak memaksa keinginan anaknya yang sedang tumbuh, ia setidaknya menanamkan paham keagamaan dengan memasukan mereka ke pesantren, walaupun sebentar.

"Saya mendidik anak dan memilih sekolah dasar yang agamis, dan saya mengundang guru ngaji setiap sore. Itu yang saya tanamkan pada anak-anak sehingga dan mudah-mudahan dari situ banyak bekal keagamaan," ujarnya saat berbincang hangat dengan sinpo.id di Gedung DPR RI, Jakarta.

Noor Achmad mengawali karirnya sebagai pegawai negeri di sebuah instansi pemerintahan, dan sudah masuk golongan IV B. Tapi kecintaannya pada dunia pendidikan tak bisa membohongi hatinya.

Pada tahun 2001 ia memutuskan untuk keluar dari "pekerjaan idaman calon mertua di kultur Timur" itu dan memutuskan untuk menjadi penggiat pendidikan, yang berbuah didirikannya sebuah kampus yang bernama Universitas Wahid Hasyim.

Melihat catatan akademis Noor Achmad, sebagai lulusan S3 Institusi Agama Islam Negeri (IAIN), Kalijaga, Jogjakarta, dirinya langsung diminta untuk menjadi rektor di Universitas Wahid Hasyim.

Bukan tanpa alasan, Noor Achmad memiliki segala syarat kepangkatan untuk menjadi rektor. Lagipula, ia juga pernah mencicipi pengalaman sebagai seorang dosen di IAIN.

Adapun saat ini kampus yang didirikannya itu sudah mempunyai banyak fakultas, termasuk fakultas kedokteran. Dan jumlah mahasiswa yang menuntut ilmu di sana sudah berjumlah sekitar 11.000 pelajar.

"Jadi saya rektor sebenarnya tiga periode. Kemudian terpilih kembali menjadi empat periode. Kemudian periode terakhir tidak sepenuhnya karena harus memenuhi tugas di Jakarta," kata pria kelahiran tahun 1957 ini.

Berangkat dari situ lah perjalanan karir Noor Achmad di dunia politik yang sebenarnya dimulai.

Sibuk sebagai wakil rakyat bukan berarti Noor Achmad sudah tak memikirkan kampus yang didirikannya. Ia percaya, jika sebuah medium sudah dapat bergerak sendiri, di situ lah kata keberhasilan dapat diucapkan.

"Kami merasa di dunia akademik yang dirintis dari awal dengan mendirikan sebuah universitas, sudah cukup berhasil. Sehingga kami merasa kami tinggal ke dunia politik tidak ada masalah," ungkapnya.

Hingga saat ini pun dirinya masih aktif di dunia akademisi, yang membesarkannya. Seminggu sekali, ia mengajar di tingkat S2 dan S3 fakultas P.A.I dan Muamalah Pendidikan Agama Islam.

Saat ini, saat sudah menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, rasa untuk membangun konsep pendidikan yang baik, agama khususnya, terus dilakukannya. Secara khusus, dirinya ingin Kementerian Agama membuat sebuah roadmap tentang kebutuhan agama sekaligus kebutuhan pendidikan agama di Indonesia.

"Mengapa demikian, karena memang para pendiri bangsa pada saat itu mendirikan bangsa ini didasarkan kepada salah satunya adalah pemikiran agama, dan diikuti dan diyakini para masing-masing pendiri bangsa tersebut," kata politisi Partai Golkar ini.

Perhatian terhadap sektor pendidikan dan agama nampaknya tak akan pernah sedikitpun dilupakan Noor Achmad. Sesibuk apapun pekerjaan yang diemban, ia akan selalu menyempatkan diri balik ke tempat di mana ia berasal.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI