Kerusuhan di Paris ke Menyebar ke Kota-kota Lain di Prancis
SinPo.id - Kerusuhan yang terjadi di pinggiran kota Paris selama beberapa hari terakhir, dengan cepat telah menyebar ke kota-kota lain di seluruh Prancis. Kerusuhan tersebut dipicu oleh kematian seorang remaja berusia 17 yang ditembak oleh polisi di dekat Paris, pada Selasa 27 Juni 2023.
Lebih dari 2 ribu pengunjuk rasa yang mayoritas remaja berusia 17 tahun, telah ditangkap oleh pihak keamanan dalam aksi protes yang semakin tidak terkendali tersebut. Bahkan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, juga menunda jadwal kunjungannya ke Jerman akibat kerusuhan itu.
"Kemarahan yang membara di Banlieue hanya membutuhkan percikan api untuk meledak dan sekarang dimanfaatkan oleh ketegangan anarkis masyarakat Prancis yang selalu menerima kekacauan dalam bentuk kerusuhan dan penjarahan," kata satu pendiri dan direktur eksekutif Henry Jackson Society, Alan Mendoza dilansir dari Fox News, Minggu 2 Juli 2023.
Sejumlah pengunjuk rasa membakar kendaraan dan memanjat gedung dan memecahkan jendela, sementara petugas polisi anti huru hara juga bentrok dengan para demonstran.
Menurut laporan, kerusuhan berawal dari tersebarnya sebuah video di media sosial yang menunjukkan penembakan oleh polisi terhadap remaja bernama Nahel.
Dalam video tersebut, Nahel, yang merupakan keturunan Aljazair dan Maroko, mengemudikan mobilnya ke salah satu petugas. Sementara salah satu petugas lainnya menodongkan senjata ke arahnya dan mengancam, "Kamu akan terkena peluru di kepala".
Saat itu, Nahel mengendarai Mercedes kuning, dan membawa dua penumpang di dalam mobilnya, tanpa memiliki SIM. Namun ia dilaporkan telah menolak proses tilang yang dilakukan polisi lalu lintas.
Kemudian seorang petugas menembak Nahel saat mobil itu tiba-tiba menjauh hanya dalam jarak pendek sebelum akhirnya menabrak.
Nahel yang mendapatkan tembakan di dada langsung sekarat di tempat kejadian. Namun menurut pengacara petugas polisi Laurent-Franck Lienard, kliennya tidak bermaksud untuk membunuh Nahel.
Sementara itu, berdasarkan keterangan dari pengacara keluarga Nahel, remaja berusia 17 tahun itu tidak memiliki catatan kriminal. Dia bermain untuk klub rugby lokal dan merupakan bagian dari program yang ditujukan untuk membantu orang-orang dari daerah tertinggal.
Meski demikian, Presiden Macron membantah adanya rasisme sistemik dalam layanan penegakan hukum negara tersebut. Ia juga memberikan tanggapan beragam terhadap kasus itu, dari yang awalnya menggambarkan penembakan itu sebagai tindakan yang "tidak dapat dijelaskan" dan "tidak dapat dimaafkan" kemudian berubah dengan mengecam aksi protes di seluruh negeri.