Waspada, Polusi Udara Berpotensi Ganggu Perkembangan Otak Anak

Laporan: Tri Setyo Nugroho
Sabtu, 24 Juni 2023 | 07:55 WIB
Ilustrasi polusi udara (SinPo.id/ Pixabay)
Ilustrasi polusi udara (SinPo.id/ Pixabay)

SinPo.id - Paparan polutan udara, bahkan jika tingkat polusi termasuk kategori aman, dapat menyebabkan perubahan fungsi otak dan berisiko mengganggu proses perkembangan otak pada anak.

Sebuah riset yang dilakukan Keck School of Medicine menunjukkan tingkat polutan udara yang dianggap aman menurut standar EPA (badan perlindungan lingkungan AS), sekalipun tetap dapat mengancam bagi perkembangan fungsi otak dari waktu ke waktu.

Riset yang dipublikasikan di Environment International itu meneliti sampel data hasil proses pemeriksaan otak milik lebih dari 9.000 partisipan yang berasal dari Adolescent Brain Cognitive Development. Anak-anak yang terpapar lebih banyak polutan menunjukkan perubahan konektivitas antar berbagai jaringan otak.

"Kelainan apapun yang mempengaruhi proses normal perkembangan otak, baik jaringan otak yang terlalu terhubung maupun kurang terhubung, dapat membahayakan (proses perkembangan otak)," kata Devyn L. Cotter, MSc, kandidat doktor neurosains dari Keck School of Medicine sekaligus penulis utama riset tersebut dikutip dari Medical Xpress, seperti dilansir dari Antara, Jumat, 23 Juni 2023.

Komunikasi antar jaringan otak membantu manusia dalam mengarahkan pola pikirnya ketika menghadapi kejadian sehari-hari, mulai dari bagaimana manusia menerima informasi mengenai lingkungan sekitar hingga bagaimana manusia berpikir dan merasakan.

Konektivitas antar jaringan otak dibentuk saat umur 9 hingga 12 tahun yang dapat berpengaruh terhadap proses perkembangan kognitif dan emosional pada anak.

"Kualitas udara di seluruh Amerika, meskipun 'aman' menurut standar EPA, berpengaruh pada perubahan jaringan otak selama masa kritis ini, yang mungkin mencerminkan biomarker (indikator biologis bagi penyakit, infeksi, atau gangguan pada tubuh) awal untuk peningkatan risiko masalah kognitif dan emosional di kemudian hari," kata Megan M. Herting, pakar kesehatan publik dari Keck School of Medicine.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI