Krisis Iklim Sebabkan Lebih Banyak Turbulensi dalam Penerbangan
SinPo.id - Berdasarkan penelitian terbaru, krisis iklim (climate change) rupanya dapat menyebabkan lebih banyak turbulensi selama penerbangan. Hal itu tentu dapat meningkatkan risiko bagi para penumpang.
Menurut para peneliti, udara yang lebih hangat akibat emisi karbon, menciptakan Penerbangan yang lebih bergelombang di seluruh dunia dengan turbulensi parah di Atlantik Utara yang meningkat sebesar 55 persen sejak 1979.
Penulis studi dari University of Reading, Mark Prosser, mengatakan setiap menit tambahan yang dihabiskan untuk perjalanan melalui turbulensi, dapat meningkatkan keausan pada pesawat, serta risiko cedera pada penumpang dan pramugari.
“Turbulensi membuat penerbangan bergelombang dan terkadang bisa berbahaya. Maskapai perlu mulai memikirkan bagaimana mereka akan mengelola turbulensi yang meningkat, karena hal itu merugikan industri USD 150-500 juta setiap tahun di AS saja," kata Mark, dilansir dari The Guardian, Minggu 11 Juni 2023.
Selain itu, seorang ilmuwan atmosfer di University of Reading dan salah satu penulis penelitian tersebut, Prof Paul Williams, menyebut iklim yang panas dapat meningkatkan turbulensi.
“Kita harus berinvestasi dalam sistem deteksi turbulensi yang lebih baik, untuk mencegah udara yang lebih kasar menjadi penyebab penerbangan bergelombang dalam beberapa dekade mendatang,” katanya.
Bahkan pada titik tipikal di atas Atlantik utara, yang menjadi salah satu rute penerbangan tersibuk di dunia, total durasi tahunan turbulensi parah meningkat sebesar 55 persen, dari 17,7 jam pada tahun 1979 menjadi 27,4 jam pada 2020.
Kemudian turbulensi sedang meningkat sebesar 37 persen, dari 70,0 menjadi 96,1 jam. Sedangkan turbulensi ringan meningkat sebesar 17 persen, dari 466,5 menjadi 546,8 jam.
"Setelah satu dekade penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim akan meningkatkan turbulensi udara bersih di masa depan, kami sekarang memiliki bukti yang menunjukkan bahwa peningkatan tersebut telah dimulai," kata Williams menambahkan.