gugatan sistem pemilu di mk

Politikus PKB Sebut DPR Wajib Abaikan Bila MK Putuskan Pemilu Coblos Partai

Laporan: Martahan Sohuturon
Sabtu, 03 Juni 2023 | 15:39 WIB
Anggota DPR RI dari Fraksi PKB Luqman Hakim. (SinPo.id/Dok. DPR RI)
Anggota DPR RI dari Fraksi PKB Luqman Hakim. (SinPo.id/Dok. DPR RI)

SinPo.id - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luqman Hakim menyatakan bahwa semua pemangku kepentingan wajib mengabaikan bila Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemilihan umum (pemilu) menggunakan sistem proporsional tertutup atau coblos partai.

Berdasarkan pemahaman konstitusi negara secara utuh, menurutnya, MK telah bertindak di luar kewenangan dan mengambil alih kekuasaan DPR dan presiden apabila mengabulkan permohonan mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup.

Ia menegaskan, kewenangan untuk membentuk atau merubah norma UU adalah kewenangan DPR dan Presiden, bukan MK.

"Karena Putusan dibuat di luar kewenangan yang dimiliki, maka Putusan MK tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan karenanya wajib diabaikan. DPR, Presiden, KPU, Bawaslu, DKPP, dan semuah pihak tidak boleh mengikuti putusan yang tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," kata Luqman dalam keterangannya pada Sabtu, 3 Juni 2023.

Luqman menerangkan, aturan-aturan yang termaktub dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan bahwa MK tidak berwenang menguji dan memutus sistem pemilu, karena UUD 1945 tidak mengatur sistem pemilu.

"Sistem pemilu merupakan open legal policy lembaga pembentuk UU, yakni DPR dan Presiden," katanya.

Luqman juga bilang bahwa UUD 1945 menyatakan, MK tidak berwenang membuat norma UU, karena MK tidak mendapat mandat konstitusi untuk menjadi lembaga pembentuk UU.

Kemudian, MK tidak berwenang mengabulkan permohonan yang berdampak pada pembentukan norma baru sebuah UU.

"Itu di luar wewenang MK," ujarnya.

Selanjutnya, UUD 1945 memberi kuasa kepada DPR untuk memegang kekuasaan membentuk UU. Kewenangan MK menguji UU terhadap UUD, bukan membentuk UU.

Atas dasar itu, dia bilang, Pemilu 2024 mendatang harus tetap berdasarkan ketentuan UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan Perppu 1 Tahun 2022 tentang Perubahan UU Pemilu.

Sebelumnya, mantan Wamenkumham Denny Indrayana mengaku telah mendapat info soal gugatan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sistem Proporsional Terbuka di MK. Kemudian MK disebut akan mengabulkan gugatan itu dan mengubah sistem pemilu kembali menjadi proporsional tertutup alias coblos partai.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI