PEMILU 2024

Puan Maharani: Aturan Pemilu Harus Dukung Peningkatan Keterwakilan Perempuan

Laporan: Tim Redaksi
Jumat, 26 Mei 2023 | 07:33 WIB
Ketua DPR Puan Maharani (Foto: dpr.go.id)
Ketua DPR Puan Maharani (Foto: dpr.go.id)

SinPo.id -  Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan keberadaan perempuan dalam lembaga legislatif merupakan hak yang diatur konstitusi. Untuk itu, politisi PDI Perjuangan itu mendorong aturan pemilu yang mendukung peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen.
 
“Anggota DPR perempuan punya perananan penting memperjuangkan perempuan, ibu, dan anak, karena memperjuangkan kaumnya sendiri. Jadi aturan Pemilu harus mendukung peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen, bukan malah sebaliknya,” kata Puan dalam keterangan tertulisnya, Kamis 25 Mei 2023.

Penyataan itu disampaikan Puan menyusul adanya polemik mengenai Pasal 8 Ayat (2) Peraturan KPU (PKPU) No. 10 Tahun 2023 Tentang Keterwakilan Perempuan Dalam Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota pada Pemilu 2024.

Pasal 8 Ayat (2) PKPU No. 10 Tahun 2023 mengatur soal pembulatan desimal ke bawah dalam teknis penghitungan proporsi jumlah perempuan di satu daerah pemilihan (dapil). Sebagian kalangan khawatir aturan tersebut dapat membuat keterwakilan perempuan sebagai calon anggota legislatif (caleg) menjadi di bawah 30 persen. 

Sebab dalam pasal itu disebutkan apabila penghitungan 30 persen jumlah bakal caleg perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan desimal di belakang koma kurang dari 50, maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah. Apabila hasil lebih dari 50, baru penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.

Beleid tersebut berbeda dengan pengaturan Pemilu 2019 di mana dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 mengatur apabila dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal caleg perempuan di setiap Dapil menghasilkan angka pecahan, maka dilakukan pembulatan ke atas. Puan pun berharap aturan Pemilu lebih mengakomodir keterwakilan perempuan.

“Jangan sampai mundur lagi karena aturan yang mungkin maksudnya mempermudah proses penghitungan, tapi justru merugikan kalangan perempuan,” ucap perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua FPR RI itu.

Puan menyoroti laporan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang memprediksi akan banyak dapil yang terdampak apabila aturan baru PKPU diterapkan. Padahal saat ini sudah terjadi peningkatan jumlah perempuan yang terpilih menjadi anggota DPR RI. 

Pada periode 2014-2019, total anggota DPR perempuan hanya 17 persen. Namun pada periode 2019-2024, jumlah perempuan yang menjadi anggota DPR RI meningkat menjadi sekitar 21 persen. Menurut Puan, seharusnya aturan yang ada justru mendukung peningkatan eksistensi perempuan. Apalagi sudah terbukti, kepemimpinan perempuan sudah banyak membawa manfaat bagi kesejahteraan rakyat. 

Contohnya adalah keberhasilan UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang berhasil disahkan berkat perjuangan masyarakat di mana mayoritas datangnya dari kalangan perempuan. Saat ini produk-produk legislasi pun juga banyak yang mendukung peran perempuan, salah satunya adalah Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA).

“Sekarang juga banyak anggota perempuan DPR RI yang menempati posisi pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD). Banyak perempuan Indonesia juga sudah berhasil menjadi kepala daerah, atau pemangku kebijakan,” tutur Puan.

Dalam kancah internasional, peran perempuan dalam pengambilan keputusan suatu negara pun acap kali menimbulkan decak kagum para pemimpin negara lain. Puan menyebut, banyak negara dengan kepemimpinan perempuan dianggap paling sukses menghadapi pandemi Covid-19 lalu.

Oleh karenanya, Puan mendorong perempuan untuk lebih banyak dilibatkan dalam kancah politik yang akan memberi sumbangsih apabila menjadi pemangku kebijakan. “Perempuan butuh berpolitik karena politik butuh perempuan. Banyak keputusan penting yang diambil perempuan berhasil melakukan perubahan,” sebutnya.

“Dan keterwakilan perempuan di bidang politik, termasuk parlemen, adalah amanat konstitusi kita. Perjuangan perempuan di politik tidak mudah karena lawannya mayoritas adalah laki-laki. Jangan semakin dipersulit dengan aturan yang tidak pro terhadap perempuan,” tambah Puan. 

Mantan Menko PMK ini mengingatkan, salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan adalah membatasi hak asasi, termasuk dalam berpolitik. Padahal, kata Puan, pemberdayaan perempuan adalah salah satu target pembangunan berkelanjutan yang menjadi agenda global.

“Kesetaraan gender dan prioritas terhadap hak perempuan sangat berperan dalam keberhasilan pembangunan nasional, pertumbuhan ekonomi, serta keamanan dan perdamaian suatu negara,” tegas cucu Bung Karno itu. Puan pun berharap KPU sebagai penyelenggara Pemilu kembali mempertimbangkan aturan terkait keterwakilan perempuan di parlemen

BERITALAINNYA
BERITATERKINI