Pentingnya Peran DPR Bawa Isu Pekerja Migran di KTT ASEAN
SinPo.id - Ketua DPR RI Puan Maharani bersama delegasi DPR membawa isu perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-42. DPR dinilai punya peranan yang cukup besar untuk membawa isu tersebut di konferensi tertingi di Asia Tenggara itu.
Apalagi saat ini DPR RI memegang keketuaan ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) yang merupakan forum parlemen negara-negara Asia Tenggara. Sebagai Presiden AIPA tahun 2023, Puan dinilai cukup punya pengaruh besar.
“Perhelatan KTT ASEAN ke 42 telah berakhir. Salah satu isu penting yang diusulkan oleh Indonesia dan dibawa oleh Ketua DPR RI adalah perlindungan pekerja migran dari dan ke negara ASEAN,” kata Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Prof Hikmahanto Juwana, Sabtu, 13 Mei 2023.
“Isu ini sangat penting karena banyak pekerja migran asal Indonesia yang bekerja di negara-negara ASEAN,” imbuhnya.
AIPA sendiri turut menjadi peserta dalam KTT ASEAN ke-42 yang baru saja selesai digelar di Labuan Bajo, NTT. KTT ASEAN ke-42 dihadiri kepala negara/pemerintahan, pimpinan parlemen, serta jajaran kementerian negara-negara Asia Tenggara.
Dalam salah satu sesi pleno di gelaran tersebut, terdapat agenda pertemuan kepala negara dan pimpinan parlemen ASEAN yakni Interface ASEAN-AIPA. Forum tersebut merupakan forum penting sebagai wadah dialog dan kerja sama antara para pemimpin negara dan parlemen ASEAN yang tergabung dalam AIPA.
Pada agenda Interface ASEAN-AIPA yang diselenggarakan pada Rabu (10/5) lalu, Puan menyampaikan rekomendasi yang telah disusun AIPA untuk kepala pemerintahan negara-negara Asia Tenggara. Puan membacakan AIPA Message di hadapan 11 pimpinan negara ASEAN.
Secara khusus, delegasi DPR RI yang dipimpin Puan mengangkat isu perlindungan PMI dan maraknya PMI yang menjadi korban kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di ASIA Tenggara. Isu tersebut dinilai memang perlu diangkat dalam forum-forum internasional.
Sebab berdasarkan data Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, terdapat empat wilayah di Asia Tenggara yang masuk daftar hitam perdagangan manusia, yakni Vietnam, Kamboja, Brunei Darussalam dan Malaysia. Keempat negara tersebut masuk kategori terburuk untuk kasus perdagangan manusia.
“Keberadaan migran Indonesia beragam status dan masalahnya, berikut masalah keluarga yang dibawa,” ucap Hikmahanto.
“Baru-baru ini migran Indonesia mendapat masalah di Myanmar dan Kamboja karena mereka bekerja di negara tersebut namun tertipu dan mengarah pada obyek perdagangan manusia,” tambah Rektor Universitas Jenderal A. Yani itu.
Hikmahanto pun menilai upaya Puan bersama DPR yang mengangkat isu PMI dan TPPO pada perhelatan KTT ASEAN ke-42 sudah tepat. Sebab diplomasi parlemen dapat membantu upaya Pemerintah dalam mengatasi permasalahan PMI yang kerap menjadi korban kejahatan transnasional, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
“Oleh karenanya sudah sepatutnya negara-negara ASEAN membahas masalah ini dan mencari solusi yang didasarkan pada kerjasama sejumlah negara,” ujar Hikmahanto.
Seperti diketahui, Puan mendorong isu perlindungan PMI pada KTT ASEAN ke-42. Ia menegaskan, DPR RI akan turut memperjuangkan nasib PMI karena banyak pekerja migran Indonesia yang menjadi korban kekerasan di negara-negara tempatnya bekerja. Khususnya PMI yang bekerja di sektor domestik.
“Kita tidak bisa berjuang sendiri menyelesaikan permasalahan lintas negara, tentunya harus ada kolaborasi antar negara supaya memperoleh solusi yang efektif karena PMI sering kali menjadi korban,” ungkap Puan.
Puan menilai KTT ASEAN merupakan forum yang tepat untuk mengangkat isu perlindungan pekerja migran dan kasus-kasus perdagangan orang TPPO. Puan menegaskan, maraknya isu perlindungan PMI dan TPPO harus menjadi perhatian internasional, terlebih korban PMI akibat kekerasan dan TPPO pun terus bertambah.
“Dengan adanya dialog terbuka bersama forum parlemen se-Asia Tenggara, saya mengharapkan ada kepastian dari negara-negara tujuan PMI agar polemik ini tidak berkelanjutan,” kata dia.
Puan juga menyoroti banyaknya perempuan dan anak yang menjadi korban perdagangan manusia. DPR pun disebut akan terus menggencarkan dorongan kepada negara-negara ASEAN untuk memberi perhatian lebih terhadap permasalahan ini mengingat isu perempuan juga merupakan agenda internasional yang harus dikerjakan bersama-sama.
"Permasalahan PMI tidak terlepas dengan isu perlindungan terhadap perempuan dan anak karena banyak dari mereka yang menjadi korban. Ini harus menjadi perhatian lebih karena masalah perlindungan perempuan dan anak juga menjadi target pada Sustainable Development Goals (SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan," urai Puan.