Bawaslu Susun Indikator Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024
SinPo.id - Bawaslu sedang menyusun indikator pemetaan kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024. Anggota Bawaslu Lolly Suhenty mengatakan, penyusunan itu dilakukan sebagai langkah antisipasi atas maraknya pelanggaran pada pemilu lalu dan perkembangan yang ada.
"Ini (pemetaan indikator kerawanan) sebagai antisipasi, termasuk dalam mengisi bolong-bolongnya (kekurangan) regulasi," kata dia.
Pernyataan itu disampaikan saat membuka kegiatan Diskusi Kelompok Terpumpun indikator kerawanan bersama sejumlah pihak yang diselenggarakan bagian Pusat Penelitian, Pengembangan, Pendidikan, dan Pelatihan (Puslitbangdiklat) di Jakarta, Kamis 13 April 2023.
Pemetaan kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 mencakup lima isu strategis. Yaitu, politik uang, politisasi SARA (suku, agama, ras, dan antar-golongan), kampanye media mosial, netralitas ASN dan penyelenggaraan pemilu di luar negeri.
Lolly menunjuk hal pertama mengenai netralitas ASN yang pada Pemilu 2019 menjadi pelanggaran tertinggi. "Ada 1475 dugaan pelanggaran yang termasuk dalam pelanggaran Pemilu 2019 yang termasuk pelanggaran tertinggi pada Pemilu 2019. Jadi pelanggaran netralitas ASN ini bukan sekadar wacana, tetapi sudah berdasarkan pengalaman fakta," tuturnya.
Dia menambahkan, pada Pemilu 2024, tak ada calon presiden petahana (ncumbent). "Untuk iti penting bagi kita mendorong netralitas ASN, salah satunya dengan memetakan kerawanan yang ada," tuturnya.
Kedua, lanjut dia, mengenai politisasi SARA. Pada Pemilu 2024 ini menurutnya masa kampanye pendek sedangkan masa sosialisasi panjang. "Saat ini yang menjadi perhatian mengenai narasi politik identitas di kalangan masyarakat yang perlu diletakkan kerawanan dan perkembangannya," kata perempuan kelahiran Cianjur, 28 Februari 1978 tersebut.
Magister Ilmu Hukum dari Universitas Pakuan Bogor ini menjabarkan isu strategis ketiga mengenai politik uang yang nyata terjadi di lapangan, tetapi dalam praktik penegakan hukumnya sulit dalam hal pembuktian. "Apalagi saat ini dengan digitalisasi, politik uang makin banyak cara seperti dengan 'cash less' sehingga kita membutuhkan kejelian untuk membuktikan dengan beragam potensi dan beragam modus operandi," jelas mantan pengurus pusat Fatayat Nahdlatul Ulama ini.
Dia melanjutkan, isu strategis kampanye di media sosial. Perkembangan media sosial yang begitu pesat baginya perlu diantisipasi. "Bawaslu sudah membuat gugus tugas untuk media sosial dan menjalin kerja sama kolaborasi dengan berbagai pihak, namun pada praktiknya masih ada upaya pelanggaran dengan berbagai cara nantinya," sebutnya.
Terakhir, isu penyelengggaraan pemilu di luar negeri, Lolly mengingatkan beberapa permasalahan sebelumnya seperti manipulasi surat suara atau biaya penyelenggaraan yang cukup besar. "Kita masih ingat ada ribuan surat suara di Malaysia yang kala itu Bawaslu memutuskan tak bisa dihitung karena manipulasinya yang banyak. Selain soal surat suara, ada juga 'cost' yang perlu dipertimbangkan," ujarnya.
"Indikator pemetaan kerawanan yang dirumuskan ini semoga sesuai dengan kondisi di lapangan," tambah dia.