Ombudsman Serahkan DIM RUU Kesehatan ke Komisi IX DPR

Laporan: Bayu Primanda
Selasa, 11 April 2023 | 13:07 WIB
Prosesi penyerahan DIM RUU Kesehatan oleh Ombudsman kepada Komisi IX DPR/SinPo.id/Dok: Humas Ombudsman
Prosesi penyerahan DIM RUU Kesehatan oleh Ombudsman kepada Komisi IX DPR/SinPo.id/Dok: Humas Ombudsman

SinPo.id -  Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng menyampaikan, pihaknya memberikan Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU Kesehatan dalam rangka mengawal RUU tersebut agar perspektif pelayanan publik menjadi arus utama.

Penyerahan DIM ini juga merupakan salah satu pencegahan maladministrasi pelayanan publik khususnya di bidang pelayanan kesehatan.  

“DIM yang diserahkan Ombudsman kepada Komisi IX DPR RI berdasarkan evidence-based. Yang disampaikan di dalam DIM merupakan apa yang benarbenar terjadi, yang diobservasi dan berdasarkan penanganan pengaduan masyarakat yang masuk ke Ombudsman baik Pusat dan Perwakilan,” ujar Robert Na Endi Jaweng dalam prosesi penyerahan DIM kepada DPR, Selasa, 11 April 2023.

Robert berharap RUU Kesehatan ini tidak terjadi sentralisasi kewenangan terkait urusan kesehatan oleh pemerintah pusat, yang sebelumnya telah menjadi kewenangan pemerintah daerah.

“Ombudsman RI berharap agar RUU Kesehatan menjadi kebijakan yang menjamin bahwa masyarakat mendapatkan hak pelayanan kesehatan mereka sesuai dengan amanat konstitusi,” tutup Robert. 

Sementara itu, Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena dalam sambutannya menyampaikan ucapan terima kasih atas catatan yang disampaikan oleh Ombudsman.

“Masukan tadi sangat berarti mengingatkan isu krusial yang terjadi di masyarakat. Kami akan bahas di Panitia Kerja,” ujar Melki. 

Melki mengatakan saat ini Indonesia menghadapi berbagai persoalan kesehatan seperti rendahnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Kemudian, terdapat kompleksitas dalam penyelenggaraan dan pembiayaan pelayanan kesehatan yang semakin tergantung pada teknologi kesehatan yang semakin maju. 

”Selain itu, tenaga kesehatan dengan kuantitas dan kualitas yang memadai sangat penting untuk mencapai indikator kesehatan yang optimal karena secara langsung mempengaruhi kualitas layanan kesehatan yang diberikan,” ujarnya.

Menurut Melki, secara nasional, ketersediaan tenaga kesehatan Indonesia masih sangat rendah, lebih rendah dari standar WHO dan rata-rata Asia Tenggara. Ia menyebutkan, hanya terdapat 0,62 dokter per 1.000 penduduk dibandingkan dengan 1,0 per 1.000, sesuai standar hanya terdapat WHO.

Jumlah dokter spesialis lebih rendah , 0,12 dokter spesialis per 1.000 penduduk dibandingkan dengan median Asia Tenggara di 0,20/1.000 penduduk. Selain itu, b erdasarkan data dari Sistem Informasi SDM Kesehatan (SISDMK), di tahun 2020 masih terdapat 6,9 persen puskesmas tanpa dokter.

Melki menyebutkan, provinsi dengan persentase Puskesmas tanpa dokter tertinggi provinsi Papua (48,18 persen), diikuti oleh provinsi Papua Ba rat (42,07 persen) dan provinsi Maluku (23,45 persen). Melki mengatakan, atas dasar berbagai persoalan layanan Kesehatan di Indonesia, maka relevansi UU di bidang kesehatan juga perlu disesuaikan.

Peraturan Perundangundangan tentang kesehatan yang eksisting saat ini dilakukan penyederhanaan dengan metode Omnibus Law.

“Akan Diharapkan hal ini menjadi jawaban dalam transformasi regulasi yang bertujuan dapat menyederhanakan pengaturan terkait kesehatan sebagai terobosan hukum,” terangnya.

Untuk itu, Melki menyampaikan Komisi IX DPR RI membuka kesempatan bagi seluruh elemen masyarakat yang ingin memberikan masukan atau opini sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam membahas RUU Kesehatan bersama dengan pemerintah.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI